Teknik Arsitektur Unsiq

Teknik Arsitektur Unsiq

Selasa, 11 Maret 2014

KONSERVASI BANGUNAN BERSEJARAH DAN KESINAMBUNGAN BUDAYA



KONSERVASI BANGUNAN BERSEJARAH
DAN KESINAMBUNGAN BUDAYA

Oleh :
Muafani, S.T, M.T.

Abstrak

Keunikan kota-kota kecil tradisional di negara timur terletak pada kesinambungan dan keterkaitan antar budaya, iklim dan seni-kriya, apabila hal ini sebagai kecenderungan perkembangan kota yang intuitif tetapi juga rasional mampu dibina terus, tidak akan pernah muncul kerisauan akan krisis identitas. Tetapi hal ini sering berbenturan atau terganggu dengan invasi dan investasi gigantik menyerbu serentak dalam periode yang pendek, sehingga masyarakat tidak mampu berjalan dengan kecepatannya masing-masing.hal ini juga kemungkinan terjadi pada para arsitek Indonesia yang hanya terbawa arus yahwa kegiatan mencariang termasuk dalam “mengganggu” ini dengan berbagai motivasi khususnya untuk mewadahi kepentingan wisata dan justru bukan untuk kesejahteraan dan kesinambungan kehidupan masyarakat dengan budaya lokalnya yang unik itu. Sehingga seorang arsitek mempunyai tanggung jawab yang besar untuk bertukar, menyumbangkan karya yang suatu saat nanti dinilai layak dilestarikan. Dan yang perlu ditekankan adalah bahwa kegiatan melestarikan warisan arsitektur tidak semata-mata merupakan upaya yang statis, melainkan harus dilihat dari kaca mata sosial-budaya dan kesejahteraan semata-mata, melainkah harus di lihat sebagai upaya yang dinamis dengan memperhitungkan pula manfaat ekonominya.

Kata Kunci : Tradisional, melestarikan, identitas.

PENDAHULUAN

Saat ini perlindungan benda bersejarah merupakan bagian utama dari perencanaan perkotaan dan hal ini jauh lebih berarti daripada museum untuk benda arsitektur bersejarah. Perlindungan benda bersejarah ini meliputi penggunaan kembali yang bersifat adaptif, rehabilitasi, dan pembangunan kembali daerah-daerah yang kuno, biasanya terletak pada pusat daerah perkotaan. Dalam melaksanakan perlindungan terhadap benda bersejarah, para perencana perkotaan menggunakan beberapa pendekatan, tidak hanya pendekatan yang bersifat rencana saja (programatik) melainkan perlindungan benda bersejarah semakain didasarkan atas ukuran biaya efektif bagi pembangunan real estate. Karena selain keuntungan ekonomis, juga terdapat kriteria kebudayaan yang bersifat penting untuk bangunan-bangunan kuno dan bersejarah yang tergabung ke dalam perencanaan perkotaan (Attoe,1992).
Attoe (1992) juga menyatakan bahwa perlindungan benda bersejarah tidak lagi merupakan unsur pelengkap dalam perencanaan perkotaan, tetapi telah berubah sebagai bidang substantif dari teori dan praktek dan harus dijadikan sebagai komponen utama dari program perencanaan perkotaan, sekalipun hingga saat ini perlindungan terhadap benda atau bangunan bersejarah baru dilakukan pada bangunan dengan status kebudayaan tinggi (gereja, Balai Kota, Rumah-rumah penting) atau bangunan yang berhubungan dengan orang penting, akan tetapi sekarang batasan-batasan tersebut lebih inklutif. Pompa bensin, jalan raya lintas, gudang gula, tempat pembuatan gula, atau kereta makan, sekarang mungkin mulai dipertimbangkan sebagai unsur penting sebagaimana rumah besar atau hotel bersejarah.
Sebagai negara yang memiliki sejarah yang panjang, dengan tradisi yang kuat dan beragam serta pengalaman dijajah negara lain, tak pelak kita memiliki warisan arsitektur tradisional dan peninggalan kolonial yang sangat kaya, tersebar di berbagai pelosok kota. Selayaknyalah khasanah yang berharga itu dilestarikan dan dimanfaatkan sebagai sumber inspirasi perancangan arsitektur kontenporer. Benang merah arsitektur masa lampau disambung dengan benang emas arsitektur masa kini dan masa depan (Budihardjo, 1997).
Di mancanegara, upaya konservasi bangunan kuno bersejarah melibatkan segenap pihak, termasuk pemerintah, sektor swasta, masyarakat dan badan-badan nirlaba (non profit) seperti Society for the Protection of Old Buildings, Civic Trust dan lain-lain. Upaya yang serupa perlu segera dilakukan di Indonesia mencegah tergusur, terbongkar dan lenyapnya warisan arsitektur yang tak ternilai itu. Harus selalu diingat petuah dari seorang pakar arsitektur bahwa “kota tanpa bangunan kuno sama saja manusia tanpa ingatan”, kalau mausia tanpa ingatan adalah orang gila, berarti kota tanpa bangunan kuno serupa dengan kota yang “gila” (Budihardjo, 1997).


PEMBAHASAN

Dalam perkembangan arsitektur yang semakin terbuka karena adanya informasi secara bebas, secara sepintas terlihat bahwa kota-kota di segenap pelosok tanah air dewasa ini menjadi ajang pertempuran aneka rona gaya arsitektur. Baik yang menoleh ke belakang dengan acuan historicism arsitektur tradisional maupun yang memandang ke depan dengan acuan futurism arsitektur modern. Sehingga kebanyakan dari kota-kota yang sedang berkembang dalam era transisi, meninggalkan tradisi untuk beranjak ke modernitas, memang sulit untuk lepas dari tarikan dua kutub tersebut.
Budihardjo (1997) mebuat kategori dari kecenderungan perkembangan tersebut adalah sebagai berikut :
1.    Karya-karya arsitektur yang terlalu terpaku pada bentuk arsitektur tradisional dengan meminjam komponen atau artefak lokal yang mudah dikenal, seperti atap joglo, tanpa upaya untuk mengembangkannya lebih lanjut. Kesan akrab memang terasa, namun dilain pihak dapat pula menimbulkan kesan monoton yang membosankan.
2.    Karya-karya arsitektur yang lebih berkiblat ke Barat dengan kaidah-kaidah perancangan yang berlandaskan nalar, fungsi, teknologi dan ekonomi. Bentuk yang tercipta biasanya merupakan bentuk yang lazim disebut arsitektur kotak (box architecture), lepas dari bentuk tradisional dan acapkali tidak kontekstual.
3.    Karya-karya arsitektur yang merupakan gabungan antara bentuk tradisional dengan bentuk modern, yang dijajarkan, didampingkan atau ditumpuk begitu saja, tanpa diluluhkan menjadi satu kesatuan yang utuh. Contoh yang gampang dilihat adalah misalnya pendopo joglo yang dipajang di depan bangunan bertingkat yang berciri modern. Atau gedung pencakar langit yang di puncaknya dipasangkan atap joglo.
4.    Karya-karya arsitektur yang mencoba mengadaptasi keunikan lokal tradisional untuk kemudian ditampilkan kembali denganidiom baru. Jadi ada perkembangan bentuk baru yang kreatif sebagai kelanjutan bentuk tradisional yang berevolusi secara runtut.
5.    Karya-karya arsitektur yang menangkap bukan bentuk fisik arsitektur tradisionalnya, melainkan nafas atau jiwa lokal tradisional yang tidak teraga, untuk kemudian disenyawakan dengan teknologi dan bahan serta perlengkapan baru yang serba canggih. Esensi dan makna yang trasendental menjadi landasan penciptaan karya arsitektur baru.

Terkait dengan kategori di atas, kecenderungan yang dominan dewasa ini, kelihatannya muncul arus balik yang cukup kuat. Yang semula arus terasa kuat adalah bentuk arsitektur yang bercitra kebarat-baratan, namun sekarang yang menonjol adalah arsitektur yang bercitra tradisional, polpuler dengan istilah country style. Kecenderungan tersebut sangat jelas terlihat pada lingkungan perumahan real estate kelas menengah dan atas, restoran dan bangunan perkantoran. Arus balik ini seharusnya mampu dimanfaatkan jangan sampai ketelanjuran menjadi gerakan yang hanya akan menciptakan model prototip baru yang mnoton, akan tetapi dikembangkan dan diperkaya agar terjadi sintesis yang tuntas antara nafas tradisi, tuntutan modernitas dan kecanggihan teknologi Budihardjo, 1997).
Selain hal tersebut, yang lebih utama dalam mengmbalikan pemikiran terhadap penguatan identitas suatu kota tentunya tidak lepas dari keberadaan bangunan-bangunan kuno, konsep yang saat ini berkembang adalah konsep konservasi atau pelestarian dalam bidang arsitektur dan lingkungan binaan yang bermula dari konsep preservasi yang lebih bersifat statis atau dengan jalan bangunan yang menjadi objek preservasi ini dipertahankan persisi seperti keadaan aslinya. Konsep yang statis ini kemudian berkembang menjadi konsep konservasi yang lebih bersifat dinamis, dengan cakupan lebih luas pula.
 
KESIMPULAN

Jadi, apabila suatu kota sudah mulai melupakan atau bahkan diikuti lenyapnya bangunan kuno, tentunya akan diikuti lenyap pulalah bagian dari sejarah suatu tempat yang sebenarnya telah menciptakan suatu identitas tersendiri. Sehingga Generasi penerus tidak akan dapat lagi menyaksikan bukti-bukti sejarah dari perjalanan hidup generasi sebelumnya yang mengakibatkan terjadinya erosi identitas budaya akibat terbantainya warisan arsitektur yang tak ternilai harganya itu.
Kegiatan penyelamatan warisan arsitektur baik arsitektur tradisional maupun arsitektur kolonial akan sangat besar perannya dalam mendukung pariwisata, sehingga tidaklah benar apabila ada anggapan bahwa kegiatan studi dan penelitian yang menyangkut arsitektur tradisional dan bangunan kuno tidak ada artinya apabila dilihat dari segi ekonomi seperti peningkatan pendapatan dan perluasan kesempatan kerja. Justru kenyataannya adalah sebaliknya, karya-karya arsitektur tradisional dan lingkungan kuno peninggalan kolonial, bila diinventarisasi kemudian dijaga, dipelihara dan dilestarikan, baik dengan konsep preservasi, konservasi dengan sistem restorasi, rehabilitasi, rekonstruksi, adaptasi maupun revitalisasi, merupakan asset wisata yang sangat potensial.

DAFTAR PUSTAKA

Attoe, Wayne, 1992, Perencanaan Kota, Editor Anthony J. Catanese dan James C Snyder, Erlangga, Jakarta.

Budihardjo, Eko, 1997, Arsitektur sebagai Warisan Budaya, Djambatan, Jakarta

Tjiptartoro, Eko, 1988, Laporan Draf Final Konservasi Bangunan dan Lingkungan Kota Madya Dati II Semarang, Bappeda Semarang,

Wijanarka, 2001, Teori Desain Kawasan Bersejarah, Program Studi Teknik Arsitektur Universitas Palangkaraya, Palangkaraya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar