Teknik Arsitektur Unsiq

Teknik Arsitektur Unsiq

Jumat, 28 Maret 2014

Taman Kota, Kewajiban atau Kebutuhan



Taman Kota, Kewajiban atau Kebutuhan
Studi Kasus : Taman Adipura (taman Plaza) Kabupaten Wonoosbo
Oleh : Muafani, S.T. M.T.

Abstrak

Taman Adipura Wonosobo atau yang lebih dikenal sebagai Taman Plaza Wonosobo merupakan sebuah taman kota yang berada di pusat kota Kabupaten Wonosobo yang diperuntukkan sebagai Ruang Terbuka Hijau dan tentunya juga diharapkan mampu menjadi tempat rekreasi sebatas melepas lelah dan kepenatan dalam beraktifitas di pusat kota ini. Taman yang berada di pusat perdagangan ini kini telah berkurang fungsinya sebagai tempat rekreasi ataupun bersantai seiring menurunnya minat masyarakat untuk mengunjunginya, sekalipun setiap hari kegiatan di sekitar Taman Kota ini begitu ramai mulai dari pagi buta hingga malam. Jalan, jalur pejalan kaki, bangunan (gedung), ruang terbuka, street furniture, dan lain-lain merupakan satu kesatuan yang membentuk kota, sehingga keberadaan Taman Adipura ini sebagai Ruang Terbuka Hijau tentunya akan memiliki peran penting dalam pembentukan Kota Kabupaten ini. Suatu kota akan terbentuk karena ada beberapa elemen, diantaranya adalah bentuk dan massa bangunan, Open Space, sirkulasi dan parkir serta pedestrian ways. Oleh karena itu apabila dilihat sebagai aspek elemen kota yang ada pada pusat kota Kabupaten Wonosobo ini, maka perlu perhatian khusus terhadap keberadaaan Taman Kota sebagai Ruang Terbuka Hijau yang menarik dan fungsional yang sesuai dengan aktifitas dan kebutuhan ruang bagi kegiatan penggunanya sebagai ruang publik sebuah kota.

Kata Kunci : Taman Kota, Ruang Terbuka Hijau, Ruang Publik

PENDAHULUAN

Saat ini, taman kadang sudah mulai terpinggirkan perannya dalam perancangan suatu kota, bahkan ada kalanya taman kota yang seharusnya mendapat perhatian dan pengembangan bahkan akan diubah menjadi sebuah bangunan yang akan mengeser fungsi kawasan yang tadinya sebagai ruang publik kota bergeser fungsi menjadi ruang private. Keberadaan taman kota yang semakin kurang perhatian dari para perancang kota maupun pemegang kekuasaan juga diikuti oleh menurunnya minat masyarakat mengunjungi ataupun sebatas menikmati keberadaan taman kota sebagai sarana ruang publik atau ruang terbuka hijau yang tentunya mampu menyediakan kebutuhan untuk berinteraksi sosial maupun hanya sekedar menikmati  kenyamanan di area hijau yang sudah jarang dapat ditemukan di pusat kota.
Taman adipura atau yang lebih dikenal sebagai taman Plaza Wonosobo ini berada pada pusat kota Kabupaten yang merupakan pusat kegiatan perdagangan sebagai nafas utama kehidupan pada kota kecil ini. Taman yang menjadi kenangan sebagai kota peraih adipura ini menjadi sangat mudah dijangkau karena keberadaannya di pusat kegiatan perdagangan pada pusat kota dan berada di jalur utama di kabupaten ini yaitu jalan Ahmad Yani yang merupakan koridor utama menuju ke pusat kota atau pusat pemerintahan di Kabupaten Wonosobo, baik dari arah selatan (Kabupaten Banjarnegara) maupun dari arah Timur (Kabupaten Temanggung dan Kabupaten Purworejo). Dan diperkuat lagi dengan keberadaan pasar baik pasar tradisional maupun pasar modern yang dalam hal ini terdapat pada area ini yaitu keberadaan Pasar induk yang lebih cenderung ke pasar tradisional dan keberadaan Wonosobo Plaza sebagai wujud pasar Modern, yang merupakan bentuk kegiatan ekonomi/perdagangan masyarakat di Kabupaten Wonosobo yang berada pada pusat kota.
Sebagai salah satu ruang terbuka hijau, taman kota ini seharusnya mendapatkan perhatian lebih dalam pemenuhan kriteria terkait tuntutan keberadaannya sebagai ruang publik yang harus mampu menampung kegiatan masyarakat tampa memandang status sosial, kelompok dan lainnya yang harus disediakan sebagai sarana penunjang kegiatannya.

PEMBAHASAN
Dalam pemenuhan sebagai ruang terbuka hijau atau lebih tepatnya sebagai ruang publik suatu kota tentunya harus mampu memenuhi kriteria desain sebuah ruang publik. Salah satu yang dapat dipakai sebagai acuan adalah kriteria desain tak terukur, yaitu :
1.    PENCAPAIAN
Area ini dapat dicapai dari berbagai arah karena berada pada pusat kota terutama keberadaannya pada perempatan ruas Jalan Ahmad Yani yang merupakan koridor utama di kota ini untu masuk ke wilayah pusat kota yang merupakan pusat perdagangan hingga ke area pusat pemerintahan. Apabila dilihat dari kemudahan pencapaian tentunya Taman Kota ini sangatlah tepat apabila dimanfaatkan semaksimal mungkin sebagai ruang publik atau ruang terbuka hijau.
Taman Plaza.jpg

2.    KECOCOKAN
Sedangkan apabila diperhatikan dari kriteria kecocokan, keberadaan Taman kota yang mampu menghadirkan ruang yang dapat menampung kegiatan yang sifatnya rekreasi tentunya sangatlah tepat sebagai sarana pelepas kepenatan setelah beraktifitas pada pusat perdagangan yang menjadi kegiatan utama pada pusat kota Wonosobo ini.

3.    PEMANDANGAN
Keberadaan Taman Plaza ini mampu menghadirkan ruang terbuka hijau yang mampu menetralisir kepenatan dari segi visual karena keberadaan gedung-gedung dan bangunan pada pusat perdagangan yang kebanyankan dengan garis sepadan bangunan yang sudah menempel pada trotoar jalan.
DSC_0049.JPGDSC_0340.JPG

4.    IDENTITAS
Dilihat dari kriteria identitas, Taman Adipura atau yang lebih dikenal sebagai Taman Plaza tentunya menjadi landmark tersendiri bagi kota ini selain keberadaan alun-alun yang berada pada pusat pemerintahan yang sekarang dikembangkan sebagai ruang publik atau ruang terbuka hijau yang selalu dimaksimalkan dalam penggunaan dan pembangunannya.



DSC_0331.JPG

5.    RASA
Dilihat dari aspek kriteria kelayakan suasana, area ini belum mampu memberikan pemenuhan kebutuhan kenyamanan karena terkait dengan kondisi jalur pejalan kaki maupun fasilitas yang lainnya.
DSC_0335.JPGDSC_0339.JPG

6.    KEHIDUPAN
Dalam aspek atau kriteria ini tentunya akan berpengaruh sekali terkait dengan perawatan dan keberlangsungan kegiatan termasuk perkembangan kegiatan yang menyangkut kenyamanan bagi pengguna hingga pengunjung tempat ini.
Karena setiap aktifitas pasti memerlukan penunjang kegiatan yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya, hingga memungkinkan juga akan muncul aktifitas baru di area ini.
DSC_0336.JPGDSC_0475.JPG

Sedangkan menurut Stephen Carr (1992) dalam Darmawan (2005), tipologi ruang publik dibagi menjadi beberapa tipe dan karakter. Dan umtuk kategori taman umum. Dapat digolongkan sebagai berikut :
1.    Taman Nasional (National Park)
Sekala pelayanan taman ini adalah tingkat nasional, lokasinya berada di pusat kota seperti jakarta yang berpengaruh terhadap kegiatan nasional.
2.    Taman Pusat Kota (Downtown Park)
Taman ini berada di kawasan pusat Kota, berbentuk lapangan hijau yang dikelilingi pohon-pohon peneduh atau berupa hutan kota dengan pola tradisional atau dapat pula dengan desain pengembangan baru.
3.    Taman Lingkungan (Neighborhood Park)
Ruang terbuka yang dikembangkan di daerah perumahan untuk kegiatan umum seperti bermain anak-anak, olah raga dan bersantai bagi masyarakat di sekitarnya.
4.    Taman Kecil (Mini Park)
Taman kecil yang dikelilingi oleh bangunan-bangunan, termasuk air mancur yang digunakan untuk mendukung suasana taman tersebut.

Jadi dalam hal ini, Taman Adipura atau Taman Plaza ini merupakan kelompok Taman umum yang masuk dalam kategori Taman Pusat Kota. Dan apabila dikaitkan dengan fungsinya, tentunya selain sebagai taman pusat kota, taman ini juga dapat dijadikan sebagai landmark kota kabupaten ini.
Apabila dilihat dari elemen pembentuk kota, shirvani (1988) membaginya dalam delapan kategori, yaitu :
1.    Penggunaan lahan (Land use)
2.    pembentukan  bangunan (Building Form and massing)
3.    sirkulasi dan parker (Circulation and Parking)
4.    ruang terbuka (Open Space)
5.    tempat pejalan kaki (Pedestrian Ways)
6.    aktivitas pendukung (Activity Support)
7.    ciri khas (Signage)
8.    pelestarian (Preservation)

KESIMPULAN
Jadi, Taman kota atau yang menjadi studi kasus adalah keberadaan Taman Adipura atau yang lebih dikenal sebagai Taman Plaza Kabupaten Wonosobo ini merupakan salah satu elemen pembentuk kota yaitu sebagai Ruang Terbuka hijau yang dalam fungsi kegiatannya sebagai ruang publik kota.
Sebagai ruang publik kota yang harus mampu menampung seluruh kegiatan tanpa membedakan status sosial dan lainnya, Taman adipura ini harus dilengkapi dengan fasilitas penunjang kegiatan untuk memenuhi tuntutan yang dibutuhkan oleh penggunanya.
Sehingga, perlu pengkajian lebih lanjut terkait kriteria desain tak terukur terhadap keberadaan Taman Adipura atau yang lebih dikenal sebagai Taman Plaza sebagai ruang Publik dan sebagai Ruang terbuka hijau.


DAFTAR PUSTAKA

Darmawan, Edy, 2005, Analisa Ruang Publik Arsitektur Kota, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.

Shirvani, Hamid, 1985, The Urban Design Process, Van Nostrand Reinhold Company, New York.

Kamis, 27 Maret 2014

Peran Green Building terhadap Sustainable Development



Peran Green Building terhadap Sustainable Development
Oleh : Muafani, S.T. M.T.

Abstrak
Lingkungan dalam arti kecil atau alam dalam arti luas, merupakan bagian dari kehidupan di muka bumi ini yang sangat penting dalm menunjang keberlangsungan umat manusia. Oleh karena itu, sebagai umat manusia seharusnya mampu menjaga dan melestarikan alam baik secara langsung maupun tidak dalam posisi bahwa manusia adalah bagan dari alam itu sendiri. Untuk hal itu, perlu kita ciptakan kegiatan pembangunan yang ramah lingkungan untuk menjaga keberlangsungan kehidupan di muka bumi ini.

 Pendahuluan
Dewasa ini, isu lingkungan masih hangat dibicarakan hampir di setiap pembahasan bidang ilmu, sekalipun hanya merupakan isu moral, tetapi banyak pihak memandang bahwa hal ini sangatlah serius baik kalangan pemerintah maupun swasta karena terkait dengan kelestarian lingkungan dan keberlangsungan hidup manusia. Penebangan hutan dimana-mana sehingga banyak hutan gundul, dan pada saat musim hujan tiba akan terjadi banjir. Di sisi lain, perkembangan industri yang demikian pesat berdampak kurang baik bagi manusia, asap pabrik dan kendaraan bermotor menjadi penyumbang terbesar polusi udara sehingga udarapun terasa panas yang mengakibatkan pemanasan global (Global warming) yang dirasakan seluruh penduduk dunia.
Dalam rangka merespon kondisi seperti ini, pemerintah dan swasta mulai merumuskan langkah-langkah strategis dalam rangka mengurangi dampak negatif penurunan kualitas lingkungan. Sebagai salah satu sektor yang memiliki keterkaitan erat dengan munculnya isu lingkungan ini, sektor properti kini tengah mengembangkan konsep untuk mengantisipasi efek kerusakan lingkungan akibat perkembangan dan pembangunan pasar properti yang salah satunya adalah dengan cara mengembangkan gedung berkonsep green building (gedung ramah lingkungan).
Konsep dan setrategi green building ini tidak bisa hanya dilakukan oleh pengembang atau arsitek, tetapi semua pihak termasuk pemerintah. jika hanya arsitek dan pengembang saja yang berupaya menciptakan bangunan yang ramah lingkungan, hasilnya tidak akan maksimal bila lingkungan sekitarnya tetap tidak peduli. Dan hal ini pun perlu diterapkan di negara-negara maju yang saat ini hanya bisa membuat konsep green building, namun tidak berbuat apa-apa. Mereka meminta kita untuk tidak menebang hutan, tetapi mereka sendiri melakukan penebangan hutan sebagai bahan baku kertas, akibatnya negara kita dan negara berkembang lainnya selalu mengimpor kertas dari mereka.
Kalangan industri dan praktisi properti mencoba mengkaji dan mencari alternatif untuk membangun gedung yang ramah lingkungan (eco-friendly environment) dan membantu memberikan oksigen yang bersih bagi kehidupan yang ada di sekelilingnya, upeya tersebut dilakukan dengan pembangunan gedung (rumah) yang hijau (green building) sehingga tercipta lingkungan dan kehidupan kita yang bersih dan hijau pula (green city).

 Pembahasan
Saat ini, kalangan bisnis yang didukung oleh lembaga-lembaga pemerintah telah mengembangkan berbagai inisiatif untuk mengurangi dampak kerusakan lingkungan sekaligus meningkatkan kualitas hidup manusia. Program-program seperti corporate social responsibility (CSR), triple-bottom-line (3BL) reporting, serta pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development) telah menjadi agenda dan prioritas penting bagi perusahaan-perusahaan besar dalam pengembangan bisnis kedepan.
            Sektor Properti sebagai salah satu penggerak utama roda perekonomian di suatu negara merupakan salah satu yang menjadi perhatian dalam isu lingkungan ini, properti sebagai aset berupa bangunan yang mencakup proyek komersial, indrustrial maupun residensial, merupakan salah satu pengguna energi terbesar yang sekaligus sebagai penghasil emisi gas buang terbesar pula, oleh karena itu, setiap usaha dalam rangka mengurangi dampak negatif tersebut akan menjadi sangat berarti bagi perbaikan lingkungan.
            Di negara-negara maju saat ini telah memulai konsep pengembangan green building. Konsep ini tumbuh cukup pesat karena didukung oleh berbagai komponen yang ada di pasar properti mereka termasuk kecenderungan untuk memilih gedung yang memiliki sistem program ramah lingkungan yang akan mendorong para developer dan pemilik gedung untuk menanamkan investasinya pada program semacam ini untuk gedung mereka.
Green building merupakan gedung yang dibangun dan dioperasikan dengan dampak ekonomi, sosial dan lingkungan yang rendah tetapi disamping itu juga harus memperhatikan kesehatan, kesejahteraaan serta kualitas hidup orang-orang yang bekerja di dalamnya. Dengan rancangan yang baik dan peduli pada lingkungan, diharapkan menjadi sebuah kekuatan untuk menghasilkan nol polusi (the power of zero to reducing pollution). Para praktisi dan arsitek di seluruh dunia menjadikan green building sebagai wacana utama dalam menghadirkan lingkungan yang asri dan ramah llingkungan. Sehingga bangunan yang ramah lingkungan itu adalah bangunan yang peduli terhadap lingkungan sekitarnya, rancang bangun dan bahan bangunannya dibuat dengan konsep yang ramah lingkungan, di dalam ruangan dan lingkungan sekitarnya terdapat penghijauan.
Karena konsep Green Building meliputi tiga hal pokok yaitu bangunan dan bahan-bahannya, lingkungannya, dan kehidupan sosial, sehingga dibutuhkan untuk membantu perbaikan kualitas lingkungan, tidak hanya terfokus pada kondisi fisiknya (ruangan) tetapi juga dampaknya bagi lingkungan dan kehidupan sosial masyarakat agar berkesinambungan. Konsep green building ini sudah diterapkan pada beberapa gedung, antara lain sebagai contoh adalah Wisma Dharma Sakti Jakarta, Pearl River Tower Guangzhou Cina, dan The Building and Construction Authority’s (BCA) Academy Singapore. Green building menggunakan energi sekaligus mengonversinya, menerapkan konservasi air, manajemen sampah, serta kualitas lingkungan dalam ruangannya juga bagus.
Saat ini, kebutuhan akan green building di Jakarta sudah cukup mendesak, tetapi hanya sekitar 20 persen saja perusahaan-perusahaan yang memiliki konsen tinggi terhadap masalah ini antara lain multinational company. Sekalipun masih sedikit, mereka mampu menjadi trendsetter, karena kantor pusat perusahaan multinasional itu bisa mangarahkan kantor cabangnya di Jakarta untuk hanya menyewa gedung yang ramah lingkungan. Sekalipun dari riset yang dilakukan, tarif sewa gedung yang ramah lingkungan lebih tinggi apabila dibandingkan gedung yang tidak ramah lingkungan, namun demikian, lambat laun para penyewa gedung tentunya akan sangat memperhatikan kondisi gedung yang akan disewanya, apakah sudah memenuhi konsep ramah lingkungan atau tidak.
Dengan kondisi yang seperti ini  tentunya akan semakin meningkatkan jumlah perusahaan-perusahaan penguna gedung perkantoran yang bersedia membayar sewa lebih mahal untuk gedung yang menerapkan sistem ramah lingkungan, hal ini dibuktikan dengan peningkatan secara signifikan sehingga dengan kecenderungan ini maka bisa diperkirakan preferensi pasar di kawasan ini untuk masa yang akan datang bisa berubah ke arah yang lebih mendukung berkembangnya konsep bangunan ramah lingkungan. Selain pemilik gedung, pelaku bisnis properti lainnya di Indonesia tampaknya juga sudah mulai menyadari pentingnya kelestarian dalam proyek properti yang mereka garap. Hal ini bisa dilihat dari desain kompleks perumahan hijau dan penuh tumbuhan yang dilakukan oleh sebagian besar pengembang.
Tetapi, green building tidak bisa hanya dilakukan oleh pengembang atau arsitek maupun swasta saja,pemerintah sebagi pengambil kebijakan harus berperan aktif juga dalam penerapan dan penggunaan green building ini.

KONSEP GREEN BUILDING dalam PERSPEKTIF AGAMA



KONSEP GREEN BUILDING dalam PERSPEKTIF AGAMA

Oleh : Muafani, S.T. M.T.
  
Abstrak

Green building atau yang lebih dikenal dengan istilah Bangunan ramah lingkungan merupakan fenomena dan perkembangan arsitektur dewasa ini dalam rangka menyikapi dan mencoba untuk mencegah terjadinya pemanasan global yang disebabkan oleh menipisnya lapisan ozon yang tentunya juga akibat sumbangsih gaya hidup modern yang kurang memperhatikan lingkungan sehingga keseimbangan lingkungan menjadi terganggu, sekalipun menjaga lingkungan sebenarnya sudah dituntunkan dalam setiap ajaran agama. Lingkungan hidup tidak semata‑mata dipandang sebagai penyedia sumber daya alam serta sebagai daya dukung kehidupan yang harus dieksploitasi, tetapi juga sebagai tempat hidup yang mensyaratkan adanya keserasian dan keseimbangan antara manusia dengan lingkungan hidup. Masalah lingkungan hidup dapat muncul karena adanya pemanfaatan sumber daya alam dan jasa‑jasa lingkungan yang berlebihan sehingga meningkatkan berbagai tekanan terhadap lingkungan hidup, baik dalam bentuk kelangkaan sumber daya dan pencemaran maupun kerusakan lingkungan lainnya. Berbagai masalah lingkungan hidup, terutama yang berkaitan dengan pemanasan global, kepunahan jenis flora dan fauna serta melebarnya lubang lapisan ozon, pencemaran dan kemiskinan, telah menjadi masalah global karena meliputi seluruh bagian bumi. Tak satu pun bangsa dan negara di dunia yang luput dari dampak yang ditimbulkan oleh berbagai masalah tersebut.

Kata Kunci : Green Building, Manusia, Lingkungan, Agama,


PENDAHULUAN

Konsep Green Building atau bangunan ramah lingkungan saat ini sedang menjadi tren dunia bagi pengembangan property, karena diharapkan dengan bangunan ramah lingkungan ini mempunyai kontribusi menahan laju pemanasan global dengan mampu membenahi iklim mikro.
Secara ekologis, manusia adalah bagian dari lingkungan hidup. Komponen yang ada di sekitar manusia yang sekaligus sebagai sumber mutlak kehidupannya merupakan lingkungan hidup manusia. Lingkungan hidup inilah yang menyediakan berbagai sumber daya alam yang menjadi daya dukung bagi kehidupan manusia dan komponen lainnya. Sumber daya alam adalah segala sesuatu yang terdapat di alam yang berguna bagi manusia, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya baik untuk masa kini maupun masa mendatang. Kelangsungan hidup manusia tergantung dari  kebutuhan lingkungannya, sebaliknya kebutuhan lingkungan tergantung bagaimana kearifan manusia dalam mengelolanya.
Oleh karena itu, lingkungan hidup tidak semata‑mata dipandang sebagai penyedia sumber daya alam serta sebagai daya dukung kehidupan yang harus dieksploitasi, tetapi juga sebagai tempat hidup yang mensyaratkan adanya keserasian dan keseimbangan antara manusia dengan lingkungan hidup. Masalah lingkungan hidup dapat muncul karena adanya pemanfaatan sumber daya alam dan jasa‑jasa lingkungan yang berlebihan sehingga meningkatkan berbagai tekanan terhadap lingkungan hidup, baik dalam bentuk kelangkaan sumber daya dan pencemaran maupun kerusakan lingkungan lainnya. Berbagai masalah lingkungan hidup, terutama yang berkaitan dengan pemanasan global, kepunahan jenis flora dan fauna serta melebarnya lubang lapisan ozon, pencemaran dan kemiskinan, telah menjadi masalah global karena meliputi seluruh bagian bumi. Tak satu pun bangsa dan negara di dunia yang luput dari dampak yang ditimbulkan oleh berbagai masalah tersebut.


PEMBAHASAN

Pada saat terjadi bencana tsunami di beberapa negara termasuk di Indonesia, seperti yang pernah diberitakan oleh harian Kompas, bahwa United Nations Environment Programme (UNEP) menyiapkan desain rumah ramah lingkungan (eco-house) untuk daerah-daerah yang terkena bencana tsunami di beberapa negara. Desain tersebut akan disesuaikan dengan kondisi sosial-budaya di daerah yang membutuhkannya. Beberapa tipe desain rumah ramah lingkungan dipaparkan dalam workshop tentang eco-house/city, yang diselenggarakan bersama oleh Kantor Regional UNEP untuk Asia-Pasifik dan Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup di Jakarta, Senin (30/5). Desain rumah yang juga telah dipresentasikan di Sri Lanka dan Maladewa itu menggunakan elemen-elemen alami sehingga ramah lingkungan dan hemat energi.
Staf Urusan Lingkungan Hidup Regional pada Kantor Regional UNEP untuk Asia-Pasifik, Mahesh Pradhan, menjelaskan bahwa konsep awal itu akan diintegrasikan dengan kondisi dan kebijakan pemerintah setempat. Di Indonesia, tentu konsep eco-house atau eco-village ini akan disinergikan dengan cetak biru yang telah dibuat Bappenas. Hal ini juga mempertimbangkan aspek sosial budaya masyarakat setempat. Misalnya, di Aceh masjid merupakan sesuatu yang sangat sentral, itu harus disesuaikan dengan konsep eco-village yang kami tawarkan. Masyarakat yang tertimpa bencana tsunami lebih membutuhkan acuan yang praktis untuk membangun kembali rumahnya. Karena itulah, UNEP mencoba memberikan beberapa alternatif desain rumah yang secara fleksibel dapat disesuaikan dengan kebutuhan setempat.
Menurut Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Arsyiah Arsyad, pemerintah daerah telah menyiapkan kawasan untuk dijadikan proyek percontohan di Desa Labuy, Kecamatan Darussalam, Kabupaten Aceh Besar. Pihaknya masih menunggu penetapan kawasan tersebut sebagai eco-village atau yang dalam bahasa Aceh disebut sebagai kuta beutari (kota yang indah dan nyaman). Terkait dengan penyiapan eco-village itu, Asisten Deputi Menteri Negara Lingkungan Hidup Urusan Standarisasi dan Teknologi Hendra Setiawan mengemukakan perlunya suatu pusat pelayanan bagi masyarakat, yaitu semacam construction support center, untuk memberi layanan informasi kepada masyarakat.

Sedangkan dalam pemberitaan lain, di harian Kompas pernah dimuat tentang pembahasan Konsep green building atau bangunan ramah lingkungan yang didorong menjadi tren dunia bagi pengembangan properti saat ini. Bangunan ramah lingkungan ini punya kontribusi menahan laju pemanasan global dengan membenahi iklim mikro. “Poin terbesar dalam konsep ini adalah penghematan air dan energi serta penggunaan energi terbarukan,” kata Rana Yusuf Nasir dari Ikatan Ahli Fisika Bangunan Indonesia (IAFBI), sebagai salah satu pembicara dalam diskusi panel “Pemanasan Global-Apa yang Dapat Dilakukan Dunia Properti?”, Jumat (24/8) di Jakarta.
Di Indonesia akses energi terbarukan masih lemah. Suplai energi listrik untuk properti hanya mengandalkan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang belum menggunakan sumber energi terbarukan. Sedangkan di Amerika Serikat, berbagai perusahaan penyuplai energi listrik dengan berbagai pilihan bahan bakar, termasuk bahan bakar terbarukan. Pengembang yang memilih energi listrik dari sumber terbarukan akan memperoleh poin terbesar dalam konsep green building. Pembicara dalam diskusi panel tersebut di antaranya Yandi Andri Yatmo (Ikatan Arsitek Indonesia-Jakarta), Meiko Handoyo (Dewan Pimpinan Daerah Real Estat Indonesia-Jakarta), Simon Molenberg (Director Tourism, Real Estate and Construction Asia Region), dan Stephanus D Satriyo (Asosiasi Manajemen Properti Indonesia).
Di banyak negara, bagi Meiko, penerapan konsep green building terbukti menambah nilai jual. Namun, di Indonesia masih butuh proses edukasi panjang. Di Indonesia bahkan muncul kerancuan bahwa bangunan ramah lingkungan itu mahal, sulit, dan tidak feasible secara bisnis. padahal para pengelola gedung sebagai pengguna energi cukup besar kini memiliki tanggung jawab mengurangi pemanasan global dengan cara-cara menghemat energi, air, bahan bakar, dan sebagainya.
Kegiatan diskusi panel yang difasilitasi PT Colliers International Indonesia dan PT Cisco System Indonesia itu sekaligus untuk mengenalkan acuan green building melalui konsep Leadership in Energy and Environtmental Design (LEED). Penerapan konsep LEED pada hakikatnya sebagai upaya pemberian penghargaan atas karya properti ramah lingkungan atau yang memegang konsep green building. Konsep LEED memperkenalkan 85 poin penilaian yang memiliki peringkat tersertifikasi, silver, gold, dan platinum.

Menurut Rana, yang juga menjadi Ketua Himpunan Ahli Tata Udara dan Refrigerasi tersebut, penerapan LEED untuk pembangunan properti juga mensyaratkan secara mutlak beberapa hal, seperti efisiensi penggunaan air, penggunaan energi secara minimum, atau upaya perlindungan lapisan ozon. Sementara itu, pemilik atau pembangun properti di Indonesia hingga sekarang belum ada yang memiliki sertifikasi LEED. Di lain pihak, Beberapa negara, seperti India, China, Dubai, dan Vietnam, juga sudah cukup banyak menerapkan konsep LEED. Sertifikasi LEED pada awalnya dirumuskan Green Building Council Amerika Serikat.
Sedangkan menurut Yandi, dunia pendidikan dan profesi arsitektur selama ini cenderung melihat arsitektur sebagai bangunan yang berdiri sendiri. Kita perlu memperluas pengertian tentang arsitektur ini. Tolok ukur green building membuka kesempatan untuk menempatkan bangunan dalam jaringan yang lebih luas, terkait aspek-aspek iklim, sumber daya alam, sosial, dan budaya. Pendidikan berperan penting dalam pemahaman tentang sustainability. Isu utama menyangkut bangunan ramah lingkungan, di antaranya adalah membangun hanya yang diperlukan dan tidak menggunakan lebih dari yang diperlukan, menganut prinsip keterkaitan, serta memandang profesi arsitek sebagai “pengurus bumi” (steward of the earth). Strategi desain yang dapat diterapkan antara lain, pemanfaatan material berkelanjutan, keterkaitan dengan ekologi lokal, keterkaitan antara transit dan tempat tinggal, rekreasi dan bekerja, serta efisiensi penggunaan air, penanganan limbah, dan mengedepankan kondisi lokal baik secara fisik maupun secara sosial.


PANDANGAN GLOBAL AGAMA MENYOROTI MASALAH LINGKUNGAN HIDUP

Dalam Agama Kristen, Alkitab memperingatkan bahwa kerusakan alam selama ini adalah karena ulah dan kejahatan manusia. Mazmur (107:33-34), misalnya, menyatakan:

Dibuat-Nya sungai-sungai menjadi padang gurun, dan pancaran-pancaran air menjadi tanah gersang, tanah yang subur menjadi padang asin, oleh sebab kejahatan orang-orang yang diam di dalamnya“.

Alkitab sebenarnya tidak pernah menyaksikan bahwa Tuhan memberikan hak kepada manusia untuk menguasai dan mengusahakan alam dan sumber dayanya secara eksploitatif dan seenaknya. Sebaliknya, manusia dituntut tanggung jawabnya untuk memelihara dan mengasihi segala ciptaan-Nya.

Sedangkan Hindu menerangkan bahwa di dalam Mahabaratha terdapat keterangan bahwa

“Alam adalah pernberi segala keinginan dan alam adalah sapi perah yang selalu mengeluarkan susu (kenikmatan) bagi yang menginginkannya.

Ungkapan ini mengandung arti bahwa bumi atau alam yang diibaratkan sebagai sapi perah harus dipelihara dengan baik sehingga banyak mengeluarkan kebutuhan yang diperlukan oleh manusia. Kalau sapi perah itu tidak dipelihara, apalagi dibantai, niscaya ia tidak akan mengeluarkan susu lagi untuk kehidupan manusia. Dengan kata lain, alam ini apabila dieksploitasi akan membuat manusia sengsara.

Adapan Agama Budha menyatakan bahwa dalam Karaniyametta Sutta disebutkan :

“…hendaklah ia berpikir semoga semua makhluk berbahagia. Makhluk hidup apapun juga, yang lemah dan yang kuat tanpa kecuali, yang panjang atau yang besar, yang sedang, pendek, kecil atau gemuk, yang tampak atau tak tampak, yang jauh ataupun yang dekat, yang terlahir atau yang akan lahir, semoga semua makhluk berbahagia“.

Hal ini mengandung arti bahwa agama Budha menolak terjadinya pencemaran dan perusakan alam dan segenap potensinya.

Lain halnya dalam pandangan atau perspektif Islam terkait dengan keharusan menyikapi Konsep Green Building atau Ramah Lingkungan yang tentunya didasarkan pada hal-hal atau pedoman yang terkandung dalam Kitab Suci Al Qur’an yang dijadikan pedoman dan pandangan hidup setiap muslim dalam menjalani segal aktifitas kehidupannya, Allah telah memberikan informasi spiritual kepada manusia untuk bersikap ramah terhadap lingkungan. Informasi tersebut memberikan sinyalamen bahwa manusia harus selalu menjaga dan melestarikan lingkungan agar tidak menjadi rusak, tercemar bahkan menjadi punah, sebab apa yang Allah berikan kepada manusia semata-mata merupakan suatu amanah. Melalui Kitab Suci yang Agung ini (Al-Qur’an) membuktikan bahwa Islam adalah agama yang mengajarkan kepada umatnya untuk bersikap ramah lngkungan. Firman Allah SWT Di dalam Al-Qur’an sangat jelas berbicara tentang hal tersebut.

Sikap ramah lingkungan yang diajarkan oleh agama Islam kepada manusia dapat dirinci sebagai berikut :

1.      Agar manusia menjadi pelaku aktif dalam mengolah  lingkungan serta melestarikannya
Perhatikan surat Ar Ruum ayat 9 dibawah ini :
ayat-1.jpg
Artinya : Dan apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di muka bumi dan memperhatikan bagaimana akibat (yang diderita) oleh orang-orang sebelum mereka? orang-orang itu adalah lebih kuat dari mereka (sendiri) dan telah mengolah bumi (tanah) serta memakmurkannya lebih banyak dari apa yang telah mereka makmurkan. Dan telah datang kepada mereka rasul-rasul mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata. Maka Allah sekali-kali tidak berlaku zalim kepada mereka, akan tetapi merekalah yang berlaku zalim kepada diri sendiri.

Pesan yang disampaikan dalam surat Ar Ruum ayat 9  di atas menggambarkan agar manusia tidak mengeksploitasi sumber daya alam secara berlebihan yang dikwatirkan terjadinya kerusakan serta kepunahan sumber daya alam, sehingga tidak memberikan sisa sedikitpun untuk generasi mendatang. Untuk itu Islam mewajibkan agar manusia menjadi pelaku aktif dalam mengolah  lingkungan serta melestarikannya.Mengolah serta melestarikan lingkungan tercermin secara sederhana dari  tempat tinggal (rumah) seorang muslim. Rasulullah SAW menegaskan dalam sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh Thabrani :

”Dari Abu Hurairah : jagalah kebersihan dengan segala usaha yang mampu kamu lakukan. Sesungguhnya Allah menegakkan Islam di atas prinsip kebersihan. Dan tidak akan masuk syurga, kecuali orang-orang yang bersih” . (HR. Thabrani). 

Dari Hadits di atas memberikan pengertian bahwa manusia tidak boleh kikir untuk membiayai diri dan lingkungan secara wajar untuk menjaga kebersihan agar kesehatan diri dan keluarga/masyarakat kita terpelihara.Demikian pula, mengusahakan penghijauan di sekitar tempat tinggal dengan menanamkan pepohonan yang bermanfaat untuk kepentingan ekonomi dan kesehatan, disamping juga dapat memelihara peredaran suara yang kita hisap agar selalu bersih, bebas dari pencemaran. Dalam sebuah Hadits disebutkan :

”Tiga hal yang menjernihkan pandangan, yaitu menyaksikan pandangan pada yang hijau lagi asri, dan pada air yang mengalir serta pada wajah yang rupawan (HR. Ahmad)

2.      Agar manusia tidak berbuat kerusakan terhadap lingkungan
Di dalam surat Ar Ruum ayat 41 Allah SWT memperingatkan bahwa terjadinya kerusakan di darat dan di laut akibat ulah manusia.
ayat-2.jpg
Artinya : Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).

Serta surat Al Qashash ayat 77 menjelaskan sebagai berikut
ayat-3.jpg
Artinya : Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. 

Firman  Allah SWT di dalam surat Ar Ruum ayat 41 dan surat Al Qashash ayat 77 menekankan agar manusia berlaku ramah terhadap lingkungan (environmental friendly) dan tidak berbuat kerusakan di muka bumi ini. Dalam sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh Anas, dijelaskan bahwa :

Rasulullah ketika berwudhu’ dengan (takaran air sebanyak) satu mud dan mandi (dengan takaran air sebanyak) satu sha’ sampai lima mud”  (HR. Muttafaq ’alaih).

Satu mud sama dengan 1 1/3 liter menurut orang Hijaz dan 2 liter menurut orang Irak (lihat Lisanul Arab Jilid 3 hal 400). Padahal hasil penelitian yang dilakukan oleh Syahputra (2003) membuktikan bahwa rata-rata orang berwudhu’ sebanyak 5 liter. Hal ini membuktikan bahwa manusia sekarang cenderung mengekploitasi sumber daya air secara berlebihan, atau dengan kata lain, setiap manusia menghambur-hamburkan air sebanyak 3  sampai  3 2/3 liter setiap orangnya setiap kali mereka berwudhu’. 

Dalam Hadits lain yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, bahwa Nabi pernah bersabda :

”Hati-hatilah terhadap dua macam kutukan; sahabat yang mendengar bertanya : Apakah dua hal itu ya Rasulullah ? Nabi menjawab : yaitu  orang yang membuang hajat ditengah jalan atau di tempat orang yang berteduh”

Di dalam Hadits lainnya ditambah dengan membuang hajat di tempat sumber air

Dari keterangan di atas, jelaslah aturan-aturan agama Islam yang menganjurkan untuk menjaga kebersihan dan lingkungan. Semua larangan tersebut dimaksudkan untuk mencegah agar tidak mencelakakan orang lain, sehingga terhindar dari musibah yang menimpahnya.Islam memberikan panduan yang cukup jelas bahwa sumber daya alam merupakan daya dukung bagi kehidupan manusia, sebab fakta spritual menunjukkan bahwa terjadinya bencana alam seperti banjir, longsor, serta bencana alam lainnya lebih banyak didominasi oleh aktifitas manusia. Allah SWT Telah memberikan fasilitas daya dukung lingkungan bagi kehidupan manusia. Oleh karena itu, secara yuridis fiqhiyah berpeluang dinyatakan bahwa dalam perspektif hukum Islam status hukum pelestarian lingkungan hukumnya adalah wajib (Abdillah, 2005 : 11-12).

3.      Agar manusia selalu membiasakan diri bersikap ramah terhadap lingkungan
Di dalam Surat Huud ayat 117, Allah  SWT berfirman :
ayat-4.jpg
Artinya : Dan Tuhanmu sekali-kali tidak akan membinasakan negeri-negeri secara zalim, sedang penduduknya orang-orang yang berbuat kebaikan.

Fakta spritual yang terjadi selama ini membuktikan bahwa Surat Huud ayat 117 benar-benar terbukti. Perhatikan bencana alam banjir di Jakarta, tanah longsor yang di daerah-daerah di Jawa Tengah, intrusi air laut, tumpukan sampah dimana-mana, polusi udara yang tidak terkendali, serta bencana alam di daerah atau di negara lain membuktikan bahwa Allah akan membinasakan negeri-negeri secara zalim, melainkan penduduknya terdiri dari orang-orang yang berbuat kebaikan terhadap lingkungan.

Dalam suatu kisah diriwayatkan, ada seorang penghuni surga. Ketika ditanyakan kepadanya perbuatan apakah yang dilakukannya ketika di dunia hingga ia menjadi penghuni surga?. Dia menjawab bahwa selagi di dunia, ia pernah menanam sebuah pohon. Dengan sabar dan tulus, pohon itu dipeliharanya hingga tumbuh subur dan besar. Menyadari akan keadaannya yang miskin ia teringat bunyi sebuah hadits Nabi,

Tidak seorang muslim yang menanam tanaman atau menyemaikan tumbuh-tumbuhan, kemudian buah atau hasilnya dimakan manusia atau burung, melainkan yang demikian itu adalah shodaqoh baginya”.

Didorong keinginan untuk bersedekah, maka ia biarkan orang berteduh di bawahnya, dan diikhlaskannya manusia dan burung memakan buahnya. Sampai ia meninggal pohon itu masih berdiri hingga setiap orang (musafir) yang lewat dapat istirahat berteduh dan memetik buahnya untuk dimakan atau sebagai bekal perjalanan. Burung pun ikut menikmatinya. Riwayat tersebut memberikan nilai yang sangat berharga sebagai bahan kontemplasi, artinya dengan adanya kepedulian terhadap lingkungan memberikan dua pahala sekaligus, yakni pahala surga dunia berupa hidup bahagia dan sejahtera dalam lingkungan yang bersih, indah dan hijau, dan pahala surga akhirat kelak di kemudian hari. Untuk mendapatkan dua pahala tersebut seorang manusia harus peduli terhadap lingkungan, apalagi manusia telah diangkat oleh Allah sebagai khalifah. Hal ini dapat dilihat pada surat Al-Baqarah ayat 30 berikut :
ayat-5.jpg
“Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.”

Kekhalifahan menuntut manusia untuk memelihara, membimbing dan mengarahkan segala sesuatu agar mencapai maksud dan tujuan penciptaanNya. Karena itu, Nabi Muhammad SAW melarang memetik buah sebelum siap untuk dimanfaatkan, memetik kembang sebelum mekar, atau menyembelih binatang yang terlalu kecil. Nabi Muhammad SAW juga mengajarkan agar selalu bersikap bersahabat dengan segala sesuatu sekalipun tidak bernyawa. Al-Qu’an tidak mengenal istilah ”penaklukan alam” karena secara tegas Al-Qur’an menyatakan bahwa yang menaklukan alam untuk manusia adalah Allah. Secara tegas pula seorang muslim diajarkan untuk mengakui bahwa ia tidak mempunyai kekuasaan untuk menundukkan sesuatu kecuali dengan penundukan Allah (Shihab, 1996 : 492-493).


KESIMPULAN DAN SARAN

Secara ekologis pelestarian lingkungan merupakan keniscayaan ekologis yang tidak dapat ditawar oleh siapapun dan kapanpun. Oleh karena itu, pelestarian lingkungan tidak boleh tidak harus dilakukan oleh manusia. Sedangkan secara spiritual fiqhiyah Islamiyah Allah SWT memiliki kepedulian ekologis yang paripurna. Paling tidak dua pendekatan ini memberikan keseimbangan pola pikir bahwa lingkungan yang baik berupa sumber daya alam yang melimpah yang diberikan Allah SWT kepada manusia tidak akan lestari dan pulih (recovery) apabila tidak ada campur tangan manusia. Hal ini diingatkan oleh Allah dalam Surat Ar Ra’d ayat 11 :
ayat-6.jpg
Artinya : Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan  yang ada pada diri mereka sendiri.

Umat Islam selalu berkeyakinan untuk tidak terperosok pada kesalahan yang kedua kalinya. Kejadian yang sangat dasyat yang kita alami akhir-akhir ini, sebut saja bencana alam Tsunami misalnya, pencemaran udara, pencemaran air dan tanah, serta sikap rakus pengusaha dengan menebang habis hutan tropis melalui aktifitas illegal logging, serta sederet bentuk kerusakan lingkungan hidup lainnya, haruslah menjadi pelajaran yang sangat berharga.
Hal ini ditegaskan oleh dalam firmanNya di dalam surat Al-Hasyr ayat 2 :
ayat-7.jpg
”Maka ambillah  (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai pandangan”

Bersikaplah menjadi pelaku aktif dalam mengolah  lingkungan serta melestarikannya, tidak berbuat kerusakan terhadap lingkungan, dan selalu membiasakan diri bersikap ramah terhadap lingkungan.


DAFTAR PUSTAKA

Abdillah, M. 2005. Fikih Lingkungan.  UPP AMP YKPN, Yogyakarta.
Harahap, A, dkk. 1997. Islam dan Lingkungan Hidup. Penerbit Yayasan Swarna Bhumy, Jakarta.
Kahar, M.A., 1996. Almanak Lingkungan Hidup Indonesia 1995/1996. Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup, Jakarta.
Kementerian Lingkungan Hidup, 2002. Himpunan Peraturan Perundang-undangan dibidang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Pengendalian Dampak Lingkungan. Jakarta.
Shihab, M. Quraish, 1996. Wawasan Al-Qu’an, Mizan. Bandung.
Syahputra, B. 2003. Pola Pemanfaatan air di Kecamatan Kalasan, Sleman,
Yogyakarta.
Tesis. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Kompas Online, Koran Kompas