KONSERVASI BANGUNAN BERSEJARAH
DAN KESINAMBUNGAN BUDAYA
Muafani, S.T, M.T.
Abstrak
Keunikan kota-kota
kecil tradisional di negara timur terletak pada kesinambungan dan keterkaitan
antar budaya, iklim dan seni-kriya, apabila hal ini sebagai kecenderungan
perkembangan kota yang intuitif tetapi juga rasional mampu dibina terus, tidak
akan pernah muncul kerisauan akan krisis identitas. Tetapi hal ini sering
berbenturan atau terganggu dengan invasi dan investasi gigantik menyerbu
serentak dalam periode yang pendek, sehingga masyarakat tidak mampu berjalan
dengan kecepatannya masing-masing.hal ini juga kemungkinan terjadi pada para
arsitek Indonesia yang hanya terbawa arus yahwa kegiatan mencariang termasuk
dalam “mengganggu” ini dengan berbagai motivasi khususnya untuk mewadahi
kepentingan wisata dan justru bukan untuk kesejahteraan dan kesinambungan
kehidupan masyarakat dengan budaya lokalnya yang unik itu. Sehingga seorang
arsitek mempunyai tanggung jawab yang besar untuk bertukar, menyumbangkan karya
yang suatu saat nanti dinilai layak dilestarikan. Dan yang perlu ditekankan
adalah bahwa kegiatan melestarikan warisan arsitektur tidak semata-mata
merupakan upaya yang statis, melainkan harus dilihat dari kaca mata
sosial-budaya dan kesejahteraan semata-mata, melainkah harus di lihat sebagai
upaya yang dinamis dengan memperhitungkan pula manfaat ekonominya.
Kata
Kunci : Tradisional, melestarikan, identitas.
PENDAHULUAN
Saat
ini perlindungan benda bersejarah merupakan bagian utama dari perencanaan
perkotaan dan hal ini jauh lebih berarti daripada museum untuk benda arsitektur
bersejarah. Perlindungan benda bersejarah ini meliputi penggunaan kembali yang
bersifat adaptif, rehabilitasi, dan pembangunan kembali daerah-daerah yang
kuno, biasanya terletak pada pusat daerah perkotaan. Dalam melaksanakan
perlindungan terhadap benda bersejarah, para perencana perkotaan menggunakan
beberapa pendekatan, tidak hanya pendekatan yang bersifat rencana saja
(programatik) melainkan perlindungan benda bersejarah semakain didasarkan atas
ukuran biaya efektif bagi pembangunan real estate. Karena selain keuntungan
ekonomis, juga terdapat kriteria kebudayaan yang bersifat penting untuk
bangunan-bangunan kuno dan bersejarah yang tergabung ke dalam perencanaan
perkotaan (Attoe,1992).
Attoe
(1992) juga menyatakan bahwa perlindungan benda bersejarah tidak lagi merupakan
unsur pelengkap dalam perencanaan perkotaan, tetapi telah berubah sebagai
bidang substantif dari teori dan praktek dan harus dijadikan sebagai komponen
utama dari program perencanaan perkotaan, sekalipun hingga saat ini
perlindungan terhadap benda atau bangunan bersejarah baru dilakukan pada
bangunan dengan status kebudayaan tinggi (gereja, Balai Kota, Rumah-rumah
penting) atau bangunan yang berhubungan dengan orang penting, akan tetapi
sekarang batasan-batasan tersebut lebih inklutif. Pompa bensin, jalan raya
lintas, gudang gula, tempat pembuatan gula, atau kereta makan, sekarang mungkin
mulai dipertimbangkan sebagai unsur penting sebagaimana rumah besar atau hotel
bersejarah.
Sebagai
negara yang memiliki sejarah yang panjang, dengan tradisi yang kuat dan beragam
serta pengalaman dijajah negara lain, tak pelak kita memiliki warisan
arsitektur tradisional dan peninggalan kolonial yang sangat kaya, tersebar di
berbagai pelosok kota. Selayaknyalah khasanah yang berharga itu dilestarikan
dan dimanfaatkan sebagai sumber inspirasi perancangan arsitektur kontenporer.
Benang merah arsitektur masa lampau disambung dengan benang emas arsitektur
masa kini dan masa depan (Budihardjo, 1997).
Di
mancanegara, upaya konservasi bangunan kuno bersejarah melibatkan segenap
pihak, termasuk pemerintah, sektor swasta, masyarakat dan badan-badan nirlaba
(non profit) seperti Society for the
Protection of Old Buildings, Civic Trust dan lain-lain. Upaya yang serupa
perlu segera dilakukan di Indonesia mencegah tergusur, terbongkar dan lenyapnya
warisan arsitektur yang tak ternilai itu. Harus selalu diingat petuah dari
seorang pakar arsitektur bahwa “kota tanpa bangunan kuno sama saja manusia
tanpa ingatan”, kalau mausia tanpa ingatan adalah orang gila, berarti kota
tanpa bangunan kuno serupa dengan kota yang “gila” (Budihardjo, 1997).
PEMBAHASAN
Dalam
perkembangan arsitektur yang semakin terbuka karena adanya informasi secara
bebas, secara sepintas terlihat bahwa kota-kota di segenap pelosok tanah air
dewasa ini menjadi ajang pertempuran aneka rona gaya arsitektur. Baik yang
menoleh ke belakang dengan acuan historicism
arsitektur tradisional maupun yang memandang ke depan dengan acuan futurism arsitektur modern. Sehingga
kebanyakan dari kota-kota yang sedang berkembang dalam era transisi,
meninggalkan tradisi untuk beranjak ke modernitas, memang sulit untuk lepas
dari tarikan dua kutub tersebut.
Budihardjo
(1997) mebuat kategori dari kecenderungan perkembangan tersebut adalah sebagai
berikut :
1. Karya-karya arsitektur yang terlalu terpaku pada bentuk
arsitektur tradisional dengan meminjam komponen atau artefak lokal yang mudah
dikenal, seperti atap joglo, tanpa upaya untuk mengembangkannya lebih lanjut.
Kesan akrab memang terasa, namun dilain pihak dapat pula menimbulkan kesan
monoton yang membosankan.
2. Karya-karya arsitektur yang lebih berkiblat ke Barat
dengan kaidah-kaidah perancangan yang berlandaskan nalar, fungsi, teknologi dan
ekonomi. Bentuk yang tercipta biasanya merupakan bentuk yang lazim disebut
arsitektur kotak (box architecture),
lepas dari bentuk tradisional dan acapkali tidak kontekstual.
3. Karya-karya arsitektur yang merupakan gabungan antara
bentuk tradisional dengan bentuk modern, yang dijajarkan, didampingkan atau
ditumpuk begitu saja, tanpa diluluhkan menjadi satu kesatuan yang utuh. Contoh
yang gampang dilihat adalah misalnya pendopo joglo yang dipajang di depan
bangunan bertingkat yang berciri modern. Atau gedung pencakar langit yang di
puncaknya dipasangkan atap joglo.
4. Karya-karya arsitektur yang mencoba mengadaptasi keunikan
lokal tradisional untuk kemudian ditampilkan kembali denganidiom baru. Jadi ada
perkembangan bentuk baru yang kreatif sebagai kelanjutan bentuk tradisional
yang berevolusi secara runtut.
5. Karya-karya arsitektur yang menangkap bukan bentuk fisik
arsitektur tradisionalnya, melainkan nafas atau jiwa lokal tradisional yang
tidak teraga, untuk kemudian disenyawakan dengan teknologi dan bahan serta
perlengkapan baru yang serba canggih. Esensi dan makna yang trasendental
menjadi landasan penciptaan karya arsitektur baru.
Terkait
dengan kategori di atas, kecenderungan yang dominan dewasa ini, kelihatannya
muncul arus balik yang cukup kuat. Yang semula arus terasa kuat adalah bentuk
arsitektur yang bercitra kebarat-baratan, namun sekarang yang menonjol adalah
arsitektur yang bercitra tradisional, polpuler dengan istilah country style. Kecenderungan tersebut
sangat jelas terlihat pada lingkungan perumahan real estate kelas menengah dan
atas, restoran dan bangunan perkantoran. Arus balik ini seharusnya mampu
dimanfaatkan jangan sampai ketelanjuran menjadi gerakan yang hanya akan
menciptakan model prototip baru yang mnoton, akan tetapi dikembangkan dan
diperkaya agar terjadi sintesis yang tuntas antara nafas tradisi, tuntutan
modernitas dan kecanggihan teknologi Budihardjo, 1997).
Selain
hal tersebut, yang lebih utama dalam mengmbalikan pemikiran terhadap penguatan
identitas suatu kota tentunya tidak lepas dari keberadaan bangunan-bangunan
kuno, konsep yang saat ini berkembang adalah konsep konservasi atau pelestarian
dalam bidang arsitektur dan lingkungan binaan yang bermula dari konsep
preservasi yang lebih bersifat statis atau dengan jalan bangunan yang menjadi
objek preservasi ini dipertahankan persisi seperti keadaan aslinya. Konsep yang
statis ini kemudian berkembang menjadi konsep konservasi yang lebih bersifat
dinamis, dengan cakupan lebih luas pula.
KESIMPULAN
Jadi,
apabila suatu kota sudah mulai melupakan atau bahkan diikuti lenyapnya bangunan
kuno, tentunya akan diikuti lenyap pulalah bagian dari sejarah suatu tempat
yang sebenarnya telah menciptakan suatu identitas tersendiri. Sehingga Generasi
penerus tidak akan dapat lagi menyaksikan bukti-bukti sejarah dari perjalanan
hidup generasi sebelumnya yang mengakibatkan terjadinya erosi identitas budaya
akibat terbantainya warisan arsitektur yang tak ternilai harganya itu.
Kegiatan
penyelamatan warisan arsitektur baik arsitektur tradisional maupun arsitektur
kolonial akan sangat besar perannya dalam mendukung pariwisata, sehingga
tidaklah benar apabila ada anggapan bahwa kegiatan studi dan penelitian yang
menyangkut arsitektur tradisional dan bangunan kuno tidak ada artinya apabila dilihat
dari segi ekonomi seperti peningkatan pendapatan dan perluasan kesempatan
kerja. Justru kenyataannya adalah sebaliknya, karya-karya arsitektur
tradisional dan lingkungan kuno peninggalan kolonial, bila diinventarisasi
kemudian dijaga, dipelihara dan dilestarikan, baik dengan konsep preservasi,
konservasi dengan sistem restorasi, rehabilitasi, rekonstruksi, adaptasi maupun
revitalisasi, merupakan asset wisata yang sangat potensial.
Attoe,
Wayne, 1992, Perencanaan Kota, Editor
Anthony J. Catanese dan James C Snyder, Erlangga, Jakarta.
Budihardjo,
Eko, 1997, Arsitektur sebagai Warisan
Budaya, Djambatan, Jakarta
Tjiptartoro,
Eko, 1988, Laporan Draf Final Konservasi
Bangunan dan Lingkungan Kota Madya Dati II Semarang, Bappeda Semarang,
Wijanarka,
2001, Teori Desain Kawasan Bersejarah,
Program Studi Teknik Arsitektur Universitas Palangkaraya, Palangkaraya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar