Dalam proses penyempurnaan....mohon doa restu
Architecture Unsiq
Teknik Arsitektur Unsiq
Selasa, 24 Maret 2015
Rabu, 21 Mei 2014
ICDE UNSIQ
Institute Community Development and Empowerment
ICDE
Sejak bulan Mei ini tepatnya tgl 06 Mei 2014, kami "empat sekawan"
mencoba untuk membuat wadah bagi temen-temen Dosen di Unsiq yang ingin
berperan aktif dalam masyarakat melalui bentuk pengabdian dalam berbagai
bidang. secara internasional, wadah ini lebih dikenal dengan istilah
NGO, tapi di Indonesia lebih familier dengan sebutan LSM. Apapun itu
istilahnya, lembaga ini bertujuan untuk mengembangkan dan meningkatkan
peran serta warga negara ini dalam mewujudkan dan mensukseskan
pembangunan Nasional melalui pemberdayaan masyarakat yang tentunya
diharapkan akan mampu mewujudkan kesejahteraan rakyat.
Mohon
doa dan peran serta dari semua pihak agar lembaga ini mampu mencapai
tujuan dan sasaran yang diharapkan dan dapat membantu mempercepat
Pembangunan Nasional.
Jumat, 28 Maret 2014
Taman Kota, Kewajiban atau Kebutuhan
Taman Kota, Kewajiban atau
Kebutuhan
Studi
Kasus : Taman Adipura (taman Plaza) Kabupaten Wonoosbo
Oleh
: Muafani, S.T. M.T.
Abstrak
Taman Adipura
Wonosobo atau yang lebih dikenal sebagai Taman Plaza Wonosobo merupakan sebuah
taman kota yang berada di pusat kota Kabupaten Wonosobo yang diperuntukkan
sebagai Ruang Terbuka Hijau dan tentunya juga diharapkan mampu menjadi tempat
rekreasi sebatas melepas lelah dan kepenatan dalam beraktifitas di pusat kota
ini. Taman yang berada di pusat perdagangan ini kini telah berkurang fungsinya
sebagai tempat rekreasi ataupun bersantai seiring menurunnya minat masyarakat
untuk mengunjunginya, sekalipun setiap hari kegiatan di sekitar Taman Kota ini
begitu ramai mulai dari pagi buta hingga malam. Jalan, jalur pejalan kaki,
bangunan (gedung), ruang terbuka, street furniture, dan lain-lain merupakan
satu kesatuan yang membentuk kota, sehingga keberadaan Taman Adipura ini
sebagai Ruang Terbuka Hijau tentunya akan memiliki peran penting dalam
pembentukan Kota Kabupaten ini. Suatu kota akan terbentuk karena ada beberapa
elemen, diantaranya adalah bentuk dan massa bangunan, Open Space, sirkulasi dan
parkir serta pedestrian ways. Oleh karena itu apabila dilihat sebagai aspek
elemen kota yang ada pada pusat kota Kabupaten Wonosobo ini, maka perlu
perhatian khusus terhadap keberadaaan Taman Kota sebagai Ruang Terbuka Hijau
yang menarik dan fungsional yang sesuai dengan aktifitas dan kebutuhan ruang
bagi kegiatan penggunanya sebagai ruang publik sebuah kota.
Kata Kunci : Taman Kota, Ruang Terbuka Hijau,
Ruang Publik
PENDAHULUAN
Saat ini, taman kadang sudah
mulai terpinggirkan perannya dalam perancangan suatu kota, bahkan ada kalanya
taman kota yang seharusnya mendapat perhatian dan pengembangan bahkan akan
diubah menjadi sebuah bangunan yang akan mengeser fungsi kawasan yang tadinya
sebagai ruang publik kota bergeser fungsi menjadi ruang private. Keberadaan
taman kota yang semakin kurang perhatian dari para perancang kota maupun
pemegang kekuasaan juga diikuti oleh menurunnya minat masyarakat mengunjungi
ataupun sebatas menikmati keberadaan taman kota sebagai sarana ruang publik
atau ruang terbuka hijau yang tentunya mampu menyediakan kebutuhan untuk
berinteraksi sosial maupun hanya sekedar menikmati kenyamanan di area hijau yang sudah jarang
dapat ditemukan di pusat kota.
Taman adipura atau yang
lebih dikenal sebagai taman Plaza Wonosobo ini berada pada pusat kota Kabupaten
yang merupakan pusat kegiatan perdagangan sebagai nafas utama kehidupan pada
kota kecil ini. Taman yang menjadi kenangan sebagai kota peraih adipura ini
menjadi sangat mudah dijangkau karena keberadaannya di pusat kegiatan
perdagangan pada pusat kota dan berada di jalur utama di kabupaten ini yaitu
jalan Ahmad Yani yang merupakan koridor utama menuju ke pusat kota atau pusat
pemerintahan di Kabupaten Wonosobo, baik dari arah selatan (Kabupaten
Banjarnegara) maupun dari arah Timur (Kabupaten Temanggung dan Kabupaten
Purworejo). Dan diperkuat lagi dengan keberadaan pasar baik pasar tradisional
maupun pasar modern yang dalam hal ini terdapat pada area ini yaitu keberadaan
Pasar induk yang lebih cenderung ke pasar tradisional dan keberadaan Wonosobo
Plaza sebagai wujud pasar Modern, yang merupakan bentuk kegiatan ekonomi/perdagangan
masyarakat di Kabupaten Wonosobo yang berada pada pusat kota.
Sebagai salah satu ruang
terbuka hijau, taman kota ini seharusnya mendapatkan perhatian lebih dalam
pemenuhan kriteria terkait tuntutan keberadaannya sebagai ruang publik yang
harus mampu menampung kegiatan masyarakat tampa memandang status sosial,
kelompok dan lainnya yang harus disediakan sebagai sarana penunjang
kegiatannya.
PEMBAHASAN
Dalam pemenuhan sebagai
ruang terbuka hijau atau lebih tepatnya sebagai ruang publik suatu kota
tentunya harus mampu memenuhi kriteria desain sebuah ruang publik. Salah satu
yang dapat dipakai sebagai acuan adalah kriteria desain tak terukur, yaitu :
1. PENCAPAIAN
Area
ini dapat dicapai dari berbagai arah karena berada pada pusat kota terutama
keberadaannya pada perempatan ruas Jalan Ahmad Yani yang merupakan koridor
utama di kota ini untu masuk ke wilayah pusat kota yang merupakan pusat
perdagangan hingga ke area pusat pemerintahan. Apabila dilihat dari kemudahan
pencapaian tentunya Taman Kota ini sangatlah tepat apabila dimanfaatkan
semaksimal mungkin sebagai ruang publik atau ruang terbuka hijau.
2. KECOCOKAN
Sedangkan
apabila diperhatikan dari kriteria kecocokan, keberadaan Taman kota yang mampu
menghadirkan ruang yang dapat menampung kegiatan yang sifatnya rekreasi
tentunya sangatlah tepat sebagai sarana pelepas kepenatan setelah beraktifitas
pada pusat perdagangan yang menjadi kegiatan utama pada pusat kota Wonosobo
ini.
3. PEMANDANGAN
Keberadaan
Taman Plaza ini mampu menghadirkan ruang terbuka hijau yang mampu menetralisir
kepenatan dari segi visual karena keberadaan gedung-gedung dan bangunan pada
pusat perdagangan yang kebanyankan dengan garis sepadan bangunan yang sudah
menempel pada trotoar jalan.
4. IDENTITAS
Dilihat
dari kriteria identitas, Taman Adipura atau yang lebih dikenal sebagai Taman
Plaza tentunya menjadi landmark tersendiri bagi kota ini selain keberadaan
alun-alun yang berada pada pusat pemerintahan yang sekarang dikembangkan
sebagai ruang publik atau ruang terbuka hijau yang selalu dimaksimalkan dalam
penggunaan dan pembangunannya.
5. RASA
Dilihat
dari aspek kriteria kelayakan suasana, area ini belum mampu memberikan
pemenuhan kebutuhan kenyamanan karena terkait dengan kondisi jalur pejalan kaki
maupun fasilitas yang lainnya.
6. KEHIDUPAN
Dalam
aspek atau kriteria ini tentunya akan berpengaruh sekali terkait dengan
perawatan dan keberlangsungan kegiatan termasuk perkembangan kegiatan yang
menyangkut kenyamanan bagi pengguna hingga pengunjung tempat ini.
Karena
setiap aktifitas pasti memerlukan penunjang kegiatan yang saling berhubungan
satu dengan yang lainnya, hingga memungkinkan juga akan muncul aktifitas baru
di area ini.
Sedangkan
menurut Stephen Carr (1992) dalam Darmawan (2005), tipologi ruang publik dibagi
menjadi beberapa tipe dan karakter. Dan umtuk kategori taman umum. Dapat
digolongkan sebagai berikut :
1.
Taman Nasional (National Park)
Sekala pelayanan
taman ini adalah tingkat nasional, lokasinya berada di pusat kota seperti
jakarta yang berpengaruh terhadap kegiatan nasional.
2.
Taman Pusat Kota (Downtown Park)
Taman ini berada di
kawasan pusat Kota, berbentuk lapangan hijau yang dikelilingi pohon-pohon
peneduh atau berupa hutan kota dengan pola tradisional atau dapat pula dengan
desain pengembangan baru.
3.
Taman Lingkungan (Neighborhood Park)
Ruang terbuka yang
dikembangkan di daerah perumahan untuk kegiatan umum seperti bermain anak-anak,
olah raga dan bersantai bagi masyarakat di sekitarnya.
4.
Taman Kecil (Mini Park)
Taman kecil yang
dikelilingi oleh bangunan-bangunan, termasuk air mancur yang digunakan untuk
mendukung suasana taman tersebut.
Jadi
dalam hal ini, Taman Adipura atau Taman Plaza ini merupakan kelompok Taman umum
yang masuk dalam kategori Taman Pusat Kota. Dan apabila dikaitkan dengan
fungsinya, tentunya selain sebagai taman pusat kota, taman ini juga dapat
dijadikan sebagai landmark kota kabupaten ini.
Apabila
dilihat dari elemen pembentuk kota, shirvani (1988) membaginya dalam delapan
kategori, yaitu :
1. Penggunaan
lahan (Land use)
2. pembentukan bangunan (Building Form and massing)
3. sirkulasi
dan parker (Circulation and Parking)
4. ruang
terbuka (Open Space)
5. tempat
pejalan kaki (Pedestrian Ways)
6. aktivitas
pendukung (Activity Support)
7.
ciri khas (Signage)
8.
pelestarian (Preservation)
KESIMPULAN
Jadi,
Taman kota atau yang menjadi studi kasus adalah keberadaan Taman Adipura atau
yang lebih dikenal sebagai Taman Plaza Kabupaten Wonosobo ini merupakan salah
satu elemen pembentuk kota yaitu sebagai Ruang Terbuka hijau yang dalam fungsi
kegiatannya sebagai ruang publik kota.
Sebagai
ruang publik kota yang harus mampu menampung seluruh kegiatan tanpa membedakan
status sosial dan lainnya, Taman adipura ini harus dilengkapi dengan fasilitas
penunjang kegiatan untuk memenuhi tuntutan yang dibutuhkan oleh penggunanya.
Sehingga,
perlu pengkajian lebih lanjut terkait kriteria desain tak terukur terhadap
keberadaan Taman Adipura atau yang lebih dikenal sebagai Taman Plaza sebagai
ruang Publik dan sebagai Ruang terbuka hijau.
DAFTAR
PUSTAKA
Darmawan, Edy, 2005, Analisa Ruang Publik Arsitektur Kota, Badan Penerbit Universitas
Diponegoro, Semarang.
Shirvani, Hamid, 1985, The Urban Design Process, Van Nostrand Reinhold Company, New York.
Kamis, 27 Maret 2014
Peran Green Building terhadap Sustainable Development
Peran
Green Building terhadap Sustainable Development
Oleh : Muafani, S.T. M.T.
Abstrak
Lingkungan
dalam arti kecil atau alam dalam arti luas, merupakan bagian dari kehidupan di
muka bumi ini yang sangat penting dalm menunjang keberlangsungan umat manusia.
Oleh karena itu, sebagai umat manusia seharusnya mampu menjaga dan melestarikan
alam baik secara langsung maupun tidak dalam posisi bahwa manusia adalah bagan
dari alam itu sendiri. Untuk hal itu, perlu kita ciptakan kegiatan pembangunan
yang ramah lingkungan untuk menjaga keberlangsungan kehidupan di muka bumi ini.
Pendahuluan
Dewasa ini, isu lingkungan
masih hangat dibicarakan hampir di setiap pembahasan bidang ilmu, sekalipun
hanya merupakan isu moral, tetapi banyak pihak memandang bahwa hal ini
sangatlah serius baik kalangan pemerintah maupun swasta karena terkait dengan
kelestarian lingkungan dan keberlangsungan hidup manusia. Penebangan hutan
dimana-mana sehingga banyak hutan gundul, dan pada saat musim hujan tiba akan
terjadi banjir. Di sisi lain, perkembangan industri yang demikian pesat
berdampak kurang baik bagi manusia, asap pabrik dan kendaraan bermotor menjadi
penyumbang terbesar polusi udara sehingga udarapun terasa panas yang
mengakibatkan pemanasan global (Global
warming) yang dirasakan seluruh penduduk dunia.
Dalam rangka merespon
kondisi seperti ini, pemerintah dan swasta mulai merumuskan langkah-langkah
strategis dalam rangka mengurangi dampak negatif penurunan kualitas lingkungan.
Sebagai salah satu sektor yang memiliki keterkaitan erat dengan munculnya isu lingkungan
ini, sektor properti kini tengah mengembangkan konsep untuk mengantisipasi efek
kerusakan lingkungan akibat perkembangan dan pembangunan pasar properti yang
salah satunya adalah dengan cara mengembangkan gedung berkonsep green building (gedung ramah
lingkungan).
Konsep dan setrategi green building ini tidak bisa hanya
dilakukan oleh pengembang atau arsitek, tetapi semua pihak termasuk pemerintah.
jika hanya arsitek dan pengembang saja yang berupaya menciptakan bangunan yang
ramah lingkungan, hasilnya tidak akan maksimal bila lingkungan sekitarnya tetap
tidak peduli. Dan hal ini pun perlu diterapkan di negara-negara maju yang saat
ini hanya bisa membuat konsep green
building, namun tidak berbuat apa-apa. Mereka meminta kita untuk tidak
menebang hutan, tetapi mereka sendiri melakukan penebangan hutan sebagai bahan
baku kertas, akibatnya negara kita dan negara berkembang lainnya selalu
mengimpor kertas dari mereka.
Kalangan industri dan
praktisi properti mencoba mengkaji dan mencari alternatif untuk membangun
gedung yang ramah lingkungan (eco-friendly
environment) dan membantu memberikan oksigen yang bersih bagi kehidupan
yang ada di sekelilingnya, upeya tersebut dilakukan dengan pembangunan gedung
(rumah) yang hijau (green building)
sehingga tercipta lingkungan dan kehidupan kita yang bersih dan hijau pula (green city).
Pembahasan
Saat ini, kalangan bisnis
yang didukung oleh lembaga-lembaga pemerintah telah mengembangkan berbagai
inisiatif untuk mengurangi dampak kerusakan lingkungan sekaligus meningkatkan
kualitas hidup manusia. Program-program
seperti corporate social responsibility (CSR), triple-bottom-line (3BL)
reporting, serta pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development) telah
menjadi agenda dan prioritas penting bagi perusahaan-perusahaan besar dalam
pengembangan bisnis kedepan.
Sektor
Properti sebagai salah satu penggerak utama roda perekonomian di suatu negara
merupakan salah satu yang menjadi perhatian dalam isu lingkungan ini, properti
sebagai aset berupa bangunan yang mencakup proyek komersial, indrustrial maupun
residensial, merupakan salah satu pengguna energi terbesar yang sekaligus
sebagai penghasil emisi gas buang terbesar pula, oleh karena itu, setiap usaha
dalam rangka mengurangi dampak negatif tersebut akan menjadi sangat berarti
bagi perbaikan lingkungan.
Di
negara-negara maju saat ini telah memulai konsep pengembangan green building.
Konsep ini tumbuh cukup pesat karena didukung oleh berbagai komponen yang ada
di pasar properti mereka termasuk kecenderungan untuk memilih gedung yang
memiliki sistem program ramah lingkungan yang akan mendorong para developer dan
pemilik gedung untuk menanamkan investasinya pada program semacam ini untuk
gedung mereka.
Green building merupakan
gedung yang dibangun dan dioperasikan dengan dampak ekonomi, sosial dan
lingkungan yang rendah tetapi disamping itu juga harus memperhatikan kesehatan,
kesejahteraaan serta kualitas hidup orang-orang yang bekerja di dalamnya. Dengan
rancangan yang baik dan peduli pada lingkungan, diharapkan menjadi sebuah
kekuatan untuk menghasilkan nol polusi (the
power of zero to reducing pollution). Para praktisi dan arsitek di seluruh
dunia menjadikan green building
sebagai wacana utama dalam menghadirkan lingkungan yang asri dan ramah
llingkungan. Sehingga bangunan yang ramah lingkungan itu adalah bangunan yang
peduli terhadap lingkungan sekitarnya, rancang bangun dan bahan bangunannya
dibuat dengan konsep yang ramah lingkungan, di dalam ruangan dan lingkungan
sekitarnya terdapat penghijauan.
Karena konsep Green Building meliputi tiga hal pokok
yaitu bangunan dan bahan-bahannya, lingkungannya, dan kehidupan sosial, sehingga
dibutuhkan untuk membantu perbaikan kualitas lingkungan, tidak hanya terfokus
pada kondisi fisiknya (ruangan) tetapi juga dampaknya bagi lingkungan dan
kehidupan sosial masyarakat agar berkesinambungan. Konsep green building ini sudah diterapkan pada beberapa gedung, antara
lain sebagai contoh adalah Wisma Dharma Sakti Jakarta, Pearl River Tower
Guangzhou Cina, dan The Building and Construction Authority’s (BCA) Academy
Singapore. Green building menggunakan energi sekaligus mengonversinya,
menerapkan konservasi air, manajemen sampah, serta kualitas lingkungan dalam
ruangannya juga bagus.
Saat ini, kebutuhan akan
green building di Jakarta sudah cukup mendesak, tetapi hanya sekitar 20 persen
saja perusahaan-perusahaan yang memiliki konsen tinggi terhadap masalah ini
antara lain multinational company. Sekalipun masih sedikit, mereka mampu
menjadi trendsetter, karena kantor pusat perusahaan multinasional itu bisa
mangarahkan kantor cabangnya di Jakarta untuk hanya menyewa gedung yang ramah
lingkungan. Sekalipun dari riset yang dilakukan, tarif sewa gedung yang ramah
lingkungan lebih tinggi apabila dibandingkan gedung yang tidak ramah
lingkungan, namun demikian, lambat laun para penyewa gedung tentunya akan
sangat memperhatikan kondisi gedung yang akan disewanya, apakah sudah memenuhi
konsep ramah lingkungan atau tidak.
Dengan kondisi yang seperti
ini tentunya akan semakin meningkatkan
jumlah perusahaan-perusahaan penguna gedung perkantoran yang bersedia membayar
sewa lebih mahal untuk gedung yang menerapkan sistem ramah lingkungan, hal ini
dibuktikan dengan peningkatan secara signifikan sehingga dengan kecenderungan
ini maka bisa diperkirakan preferensi pasar di kawasan ini untuk masa yang akan
datang bisa berubah ke arah yang lebih mendukung berkembangnya konsep bangunan
ramah lingkungan. Selain pemilik gedung, pelaku bisnis properti lainnya di
Indonesia tampaknya juga sudah mulai menyadari pentingnya kelestarian dalam
proyek properti yang mereka garap. Hal ini bisa dilihat dari desain kompleks
perumahan hijau dan penuh tumbuhan yang dilakukan oleh sebagian besar
pengembang.
Tetapi, green building tidak
bisa hanya dilakukan oleh pengembang atau arsitek maupun swasta saja,pemerintah
sebagi pengambil kebijakan harus berperan aktif juga dalam penerapan dan
penggunaan green building ini.
KONSEP GREEN BUILDING dalam PERSPEKTIF AGAMA
KONSEP GREEN
BUILDING dalam PERSPEKTIF AGAMA
Oleh : Muafani, S.T. M.T.
Abstrak
Green building atau yang lebih
dikenal dengan istilah Bangunan ramah lingkungan merupakan fenomena dan perkembangan
arsitektur dewasa ini dalam rangka menyikapi dan mencoba untuk mencegah
terjadinya pemanasan global yang disebabkan oleh menipisnya lapisan ozon yang
tentunya juga akibat sumbangsih gaya hidup modern yang kurang memperhatikan
lingkungan sehingga keseimbangan lingkungan menjadi terganggu, sekalipun
menjaga lingkungan sebenarnya sudah dituntunkan dalam setiap ajaran agama. Lingkungan
hidup tidak semata‑mata dipandang sebagai penyedia sumber daya alam serta
sebagai daya dukung kehidupan yang harus dieksploitasi, tetapi juga sebagai
tempat hidup yang mensyaratkan adanya keserasian dan keseimbangan antara
manusia dengan lingkungan hidup. Masalah lingkungan hidup dapat muncul karena
adanya pemanfaatan sumber daya alam dan jasa‑jasa lingkungan yang berlebihan
sehingga meningkatkan berbagai tekanan terhadap lingkungan hidup, baik dalam
bentuk kelangkaan sumber daya dan pencemaran maupun kerusakan lingkungan
lainnya. Berbagai masalah lingkungan hidup, terutama yang berkaitan dengan
pemanasan global, kepunahan jenis flora dan fauna serta melebarnya lubang
lapisan ozon, pencemaran dan kemiskinan, telah menjadi masalah global karena
meliputi seluruh bagian bumi. Tak satu pun bangsa dan negara di dunia yang
luput dari dampak yang ditimbulkan oleh berbagai masalah tersebut.
Kata Kunci : Green Building,
Manusia, Lingkungan, Agama,
PENDAHULUAN
Konsep Green Building atau
bangunan ramah lingkungan saat ini sedang menjadi tren dunia bagi pengembangan
property, karena diharapkan dengan bangunan ramah lingkungan ini mempunyai
kontribusi menahan laju pemanasan global dengan mampu membenahi iklim mikro.
Secara ekologis, manusia adalah bagian dari lingkungan hidup. Komponen yang
ada di sekitar manusia yang sekaligus sebagai sumber mutlak kehidupannya
merupakan lingkungan hidup manusia. Lingkungan hidup inilah yang menyediakan
berbagai sumber daya alam yang menjadi daya dukung bagi kehidupan manusia dan
komponen lainnya. Sumber daya alam adalah segala sesuatu yang terdapat di alam
yang berguna bagi manusia, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya baik untuk masa
kini maupun masa mendatang. Kelangsungan hidup manusia tergantung dari
kebutuhan lingkungannya, sebaliknya kebutuhan lingkungan tergantung
bagaimana kearifan manusia dalam mengelolanya.
Oleh karena itu, lingkungan hidup tidak semata‑mata dipandang sebagai
penyedia sumber daya alam serta sebagai daya dukung kehidupan yang harus
dieksploitasi, tetapi juga sebagai tempat hidup yang mensyaratkan adanya
keserasian dan keseimbangan antara manusia dengan lingkungan hidup. Masalah
lingkungan hidup dapat muncul karena adanya pemanfaatan sumber daya alam dan
jasa‑jasa lingkungan yang berlebihan sehingga meningkatkan berbagai tekanan
terhadap lingkungan hidup, baik dalam bentuk kelangkaan sumber daya dan
pencemaran maupun kerusakan lingkungan lainnya. Berbagai masalah lingkungan
hidup, terutama yang berkaitan dengan pemanasan global, kepunahan jenis flora
dan fauna serta melebarnya lubang lapisan ozon, pencemaran dan kemiskinan,
telah menjadi masalah global karena meliputi seluruh bagian bumi. Tak satu pun
bangsa dan negara di dunia yang luput dari dampak yang ditimbulkan oleh
berbagai masalah tersebut.
PEMBAHASAN
Pada saat terjadi bencana tsunami di beberapa negara termasuk di Indonesia,
seperti yang pernah diberitakan oleh harian Kompas, bahwa United Nations
Environment Programme (UNEP) menyiapkan desain rumah ramah lingkungan
(eco-house) untuk daerah-daerah yang terkena bencana tsunami di beberapa
negara. Desain tersebut akan disesuaikan dengan kondisi sosial-budaya di daerah
yang membutuhkannya. Beberapa tipe desain rumah ramah lingkungan dipaparkan
dalam workshop tentang eco-house/city, yang diselenggarakan bersama oleh Kantor
Regional UNEP untuk Asia-Pasifik dan Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup di
Jakarta, Senin (30/5). Desain rumah yang juga telah dipresentasikan di Sri
Lanka dan Maladewa itu menggunakan elemen-elemen alami sehingga ramah
lingkungan dan hemat energi.
Staf Urusan Lingkungan Hidup Regional pada Kantor Regional UNEP untuk
Asia-Pasifik, Mahesh Pradhan, menjelaskan bahwa konsep awal itu akan
diintegrasikan dengan kondisi dan kebijakan pemerintah setempat. Di Indonesia,
tentu konsep eco-house atau eco-village ini akan disinergikan dengan cetak biru
yang telah dibuat Bappenas. Hal ini juga mempertimbangkan aspek sosial budaya
masyarakat setempat. Misalnya, di Aceh masjid merupakan sesuatu yang sangat
sentral, itu harus disesuaikan dengan konsep eco-village yang kami tawarkan. Masyarakat
yang tertimpa bencana tsunami lebih membutuhkan acuan yang praktis untuk membangun
kembali rumahnya. Karena itulah, UNEP mencoba memberikan beberapa alternatif
desain rumah yang secara fleksibel dapat disesuaikan dengan kebutuhan setempat.
Menurut Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam, Arsyiah Arsyad, pemerintah daerah telah menyiapkan
kawasan untuk dijadikan proyek percontohan di Desa Labuy, Kecamatan Darussalam,
Kabupaten Aceh Besar. Pihaknya masih menunggu penetapan kawasan tersebut
sebagai eco-village atau yang dalam bahasa Aceh disebut sebagai kuta beutari
(kota yang indah dan nyaman). Terkait dengan penyiapan eco-village itu, Asisten
Deputi Menteri Negara Lingkungan Hidup Urusan Standarisasi dan Teknologi Hendra
Setiawan mengemukakan perlunya suatu pusat pelayanan bagi masyarakat, yaitu semacam
construction support center, untuk memberi layanan informasi kepada masyarakat.
Sedangkan dalam pemberitaan lain, di harian Kompas pernah dimuat tentang
pembahasan Konsep green building atau bangunan ramah lingkungan yang didorong
menjadi tren dunia bagi pengembangan properti saat ini. Bangunan ramah
lingkungan ini punya kontribusi menahan laju pemanasan global dengan membenahi
iklim mikro. “Poin terbesar dalam konsep ini adalah penghematan air dan energi
serta penggunaan energi terbarukan,” kata Rana Yusuf Nasir dari Ikatan Ahli
Fisika Bangunan Indonesia (IAFBI), sebagai salah satu pembicara dalam diskusi
panel “Pemanasan Global-Apa yang Dapat Dilakukan Dunia Properti?”, Jumat (24/8)
di Jakarta.
Di Indonesia akses energi terbarukan masih lemah. Suplai energi listrik
untuk properti hanya mengandalkan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang belum
menggunakan sumber energi terbarukan. Sedangkan di Amerika Serikat, berbagai
perusahaan penyuplai energi listrik dengan berbagai pilihan bahan bakar, termasuk
bahan bakar terbarukan. Pengembang yang memilih energi listrik dari sumber
terbarukan akan memperoleh poin terbesar dalam konsep green building. Pembicara
dalam diskusi panel tersebut di antaranya Yandi Andri Yatmo (Ikatan Arsitek
Indonesia-Jakarta), Meiko Handoyo (Dewan Pimpinan Daerah Real Estat
Indonesia-Jakarta), Simon Molenberg (Director Tourism, Real Estate and
Construction Asia Region), dan Stephanus D Satriyo (Asosiasi Manajemen Properti
Indonesia).
Di banyak negara, bagi Meiko, penerapan konsep green building terbukti
menambah nilai jual. Namun, di Indonesia masih butuh proses edukasi panjang. Di
Indonesia bahkan muncul kerancuan bahwa bangunan ramah lingkungan itu mahal,
sulit, dan tidak feasible secara bisnis. padahal para pengelola gedung sebagai
pengguna energi cukup besar kini memiliki tanggung jawab mengurangi pemanasan
global dengan cara-cara menghemat energi, air, bahan bakar, dan sebagainya.
Kegiatan diskusi panel yang difasilitasi PT Colliers International
Indonesia dan PT Cisco System Indonesia itu sekaligus untuk mengenalkan acuan
green building melalui konsep Leadership
in Energy and Environtmental Design (LEED). Penerapan konsep LEED pada
hakikatnya sebagai upaya pemberian penghargaan atas karya properti ramah
lingkungan atau yang memegang konsep green building. Konsep LEED memperkenalkan
85 poin penilaian yang memiliki peringkat tersertifikasi, silver, gold, dan
platinum.
Menurut Rana, yang juga menjadi Ketua Himpunan Ahli Tata Udara dan
Refrigerasi tersebut, penerapan LEED untuk pembangunan properti juga
mensyaratkan secara mutlak beberapa hal, seperti efisiensi penggunaan air,
penggunaan energi secara minimum, atau upaya perlindungan lapisan ozon.
Sementara itu, pemilik atau pembangun properti di Indonesia hingga sekarang belum
ada yang memiliki sertifikasi LEED. Di lain pihak, Beberapa negara, seperti
India, China, Dubai, dan Vietnam, juga sudah cukup banyak menerapkan konsep
LEED. Sertifikasi LEED pada awalnya dirumuskan Green Building Council Amerika
Serikat.
Sedangkan menurut Yandi, dunia pendidikan dan profesi arsitektur selama ini
cenderung melihat arsitektur sebagai bangunan yang berdiri sendiri. Kita perlu
memperluas pengertian tentang arsitektur ini. Tolok ukur green building membuka
kesempatan untuk menempatkan bangunan dalam jaringan yang lebih luas, terkait
aspek-aspek iklim, sumber daya alam, sosial, dan budaya. Pendidikan berperan
penting dalam pemahaman tentang sustainability. Isu utama menyangkut bangunan
ramah lingkungan, di antaranya adalah membangun hanya yang diperlukan dan tidak
menggunakan lebih dari yang diperlukan, menganut prinsip keterkaitan, serta
memandang profesi arsitek sebagai “pengurus bumi” (steward of the earth). Strategi desain yang dapat diterapkan antara
lain, pemanfaatan material berkelanjutan, keterkaitan dengan ekologi lokal,
keterkaitan antara transit dan tempat tinggal, rekreasi dan bekerja, serta
efisiensi penggunaan air, penanganan limbah, dan mengedepankan kondisi lokal
baik secara fisik maupun secara sosial.
PANDANGAN GLOBAL AGAMA MENYOROTI MASALAH LINGKUNGAN HIDUP
Dalam Agama Kristen, Alkitab memperingatkan bahwa kerusakan alam selama ini
adalah karena ulah dan kejahatan manusia. Mazmur (107:33-34), misalnya,
menyatakan:
“Dibuat-Nya sungai-sungai menjadi padang gurun, dan pancaran-pancaran
air menjadi tanah gersang, tanah yang subur menjadi padang asin, oleh sebab
kejahatan orang-orang yang diam di dalamnya“.
Alkitab sebenarnya tidak pernah menyaksikan bahwa Tuhan memberikan hak
kepada manusia untuk menguasai dan mengusahakan alam dan sumber dayanya secara
eksploitatif dan seenaknya. Sebaliknya, manusia dituntut tanggung jawabnya
untuk memelihara dan mengasihi segala ciptaan-Nya.
Sedangkan Hindu menerangkan bahwa di dalam Mahabaratha terdapat keterangan
bahwa
“Alam adalah pernberi segala
keinginan dan alam adalah sapi perah yang selalu mengeluarkan susu (kenikmatan)
bagi yang menginginkannya.”
Ungkapan ini mengandung arti bahwa bumi atau alam yang diibaratkan sebagai
sapi perah harus dipelihara dengan baik sehingga banyak mengeluarkan kebutuhan
yang diperlukan oleh manusia. Kalau sapi perah itu tidak dipelihara, apalagi
dibantai, niscaya ia tidak akan mengeluarkan susu lagi untuk kehidupan manusia.
Dengan kata lain, alam ini apabila dieksploitasi akan membuat manusia sengsara.
Adapan Agama Budha menyatakan bahwa dalam Karaniyametta Sutta
disebutkan :
“…hendaklah ia berpikir semoga semua makhluk berbahagia. Makhluk hidup
apapun juga, yang lemah dan yang kuat tanpa kecuali, yang panjang atau yang
besar, yang sedang, pendek, kecil atau gemuk, yang tampak atau tak tampak, yang
jauh ataupun yang dekat, yang terlahir atau yang akan lahir, semoga semua
makhluk berbahagia“.
Hal ini mengandung arti bahwa agama Budha menolak terjadinya pencemaran dan
perusakan alam dan segenap potensinya.
Lain halnya dalam pandangan atau perspektif Islam terkait dengan keharusan
menyikapi Konsep Green Building atau
Ramah Lingkungan yang tentunya didasarkan pada hal-hal atau pedoman yang
terkandung dalam Kitab Suci Al Qur’an yang dijadikan pedoman dan pandangan
hidup setiap muslim dalam menjalani segal aktifitas kehidupannya, Allah telah
memberikan informasi spiritual kepada manusia untuk bersikap ramah terhadap
lingkungan. Informasi tersebut memberikan sinyalamen bahwa manusia harus selalu
menjaga dan melestarikan lingkungan agar tidak menjadi rusak, tercemar bahkan
menjadi punah, sebab apa yang Allah berikan kepada manusia semata-mata
merupakan suatu amanah. Melalui Kitab Suci yang Agung ini (Al-Qur’an)
membuktikan bahwa Islam adalah agama yang mengajarkan kepada umatnya untuk
bersikap ramah lngkungan. Firman Allah SWT Di dalam Al-Qur’an sangat jelas berbicara
tentang hal tersebut.
Sikap ramah lingkungan yang diajarkan oleh agama Islam kepada manusia dapat
dirinci sebagai berikut :
1.
Agar manusia menjadi pelaku aktif dalam mengolah lingkungan serta melestarikannya
Perhatikan surat Ar Ruum ayat 9 dibawah ini :
Artinya : Dan apakah mereka tidak mengadakan
perjalanan di muka bumi dan memperhatikan bagaimana akibat (yang diderita) oleh
orang-orang sebelum mereka? orang-orang itu adalah lebih kuat dari mereka
(sendiri) dan telah mengolah
bumi (tanah) serta memakmurkannya lebih banyak dari apa yang telah mereka
makmurkan. Dan telah datang kepada mereka rasul-rasul mereka dengan membawa
bukti-bukti yang nyata. Maka Allah sekali-kali tidak berlaku zalim kepada
mereka, akan tetapi merekalah yang berlaku zalim kepada diri sendiri.
Pesan yang disampaikan dalam surat Ar Ruum ayat
9 di atas menggambarkan agar manusia tidak mengeksploitasi sumber daya
alam secara berlebihan yang dikwatirkan terjadinya kerusakan serta kepunahan
sumber daya alam, sehingga tidak memberikan sisa sedikitpun untuk generasi
mendatang. Untuk itu Islam mewajibkan agar manusia menjadi pelaku aktif dalam mengolah lingkungan serta melestarikannya.Mengolah serta
melestarikan lingkungan tercermin secara sederhana dari tempat tinggal
(rumah) seorang muslim. Rasulullah SAW menegaskan dalam sebuah Hadits yang
diriwayatkan oleh Thabrani :
”Dari Abu Hurairah : jagalah kebersihan dengan
segala usaha yang mampu kamu lakukan. Sesungguhnya Allah menegakkan Islam di
atas prinsip kebersihan. Dan tidak akan masuk syurga, kecuali orang-orang yang
bersih” . (HR.
Thabrani).
Dari
Hadits di atas memberikan pengertian bahwa manusia tidak boleh kikir untuk
membiayai diri dan lingkungan secara wajar untuk menjaga kebersihan agar
kesehatan diri dan keluarga/masyarakat kita terpelihara.Demikian pula,
mengusahakan penghijauan di sekitar tempat tinggal dengan menanamkan pepohonan
yang bermanfaat untuk kepentingan ekonomi dan kesehatan, disamping juga dapat
memelihara peredaran suara yang kita hisap agar selalu bersih, bebas dari
pencemaran. Dalam sebuah Hadits disebutkan :
”Tiga hal yang menjernihkan
pandangan, yaitu menyaksikan pandangan pada yang hijau lagi asri, dan pada air
yang mengalir serta pada wajah yang rupawan (HR. Ahmad)
2.
Agar manusia tidak berbuat kerusakan
terhadap lingkungan
Di dalam surat Ar Ruum ayat 41 Allah SWT
memperingatkan bahwa terjadinya kerusakan di darat dan di laut akibat ulah
manusia.
Artinya : Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena
perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan
mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).
Serta surat Al Qashash ayat 77 menjelaskan sebagai berikut
Artinya : Dan carilah pada apa yang telah
dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu
melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada
orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang berbuat kerusakan.
Firman Allah SWT di dalam surat Ar Ruum ayat
41 dan surat Al Qashash ayat 77 menekankan agar manusia berlaku ramah terhadap
lingkungan (environmental friendly) dan tidak berbuat kerusakan di
muka bumi ini. Dalam sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh Anas,
dijelaskan bahwa :
”Rasulullah ketika berwudhu’ dengan (takaran air
sebanyak) satu mud dan mandi (dengan takaran air sebanyak) satu sha’ sampai
lima mud” (HR.
Muttafaq ’alaih).
Satu mud sama dengan 1 1/3 liter menurut orang
Hijaz dan 2 liter menurut orang Irak (lihat Lisanul Arab Jilid 3 hal 400).
Padahal hasil penelitian yang dilakukan oleh Syahputra (2003) membuktikan bahwa
rata-rata orang berwudhu’ sebanyak 5 liter. Hal ini membuktikan bahwa manusia
sekarang cenderung mengekploitasi sumber daya air secara berlebihan, atau
dengan kata lain, setiap manusia menghambur-hamburkan air sebanyak 3
sampai 3 2/3 liter setiap orangnya setiap kali mereka berwudhu’.
Dalam Hadits lain yang diriwayatkan oleh Abu
Hurairah, bahwa Nabi pernah bersabda :
”Hati-hatilah terhadap dua macam kutukan; sahabat
yang mendengar bertanya : Apakah dua hal itu ya Rasulullah ? Nabi menjawab :
yaitu orang yang membuang hajat ditengah jalan atau di tempat orang yang
berteduh”
Di dalam Hadits lainnya ditambah dengan membuang
hajat di tempat sumber air.
Dari keterangan di atas, jelaslah aturan-aturan
agama Islam yang menganjurkan untuk menjaga kebersihan dan lingkungan. Semua
larangan tersebut dimaksudkan untuk mencegah agar tidak mencelakakan orang
lain, sehingga terhindar dari musibah yang menimpahnya.Islam memberikan panduan
yang cukup jelas bahwa sumber daya alam merupakan daya dukung bagi kehidupan
manusia, sebab fakta spritual menunjukkan bahwa terjadinya bencana alam seperti
banjir, longsor, serta bencana alam lainnya lebih banyak didominasi oleh
aktifitas manusia. Allah SWT Telah memberikan fasilitas daya dukung lingkungan
bagi kehidupan manusia. Oleh karena itu, secara yuridis fiqhiyah berpeluang
dinyatakan bahwa dalam perspektif hukum Islam status hukum pelestarian
lingkungan hukumnya adalah wajib (Abdillah, 2005 : 11-12).
3.
Agar manusia selalu membiasakan diri bersikap
ramah terhadap lingkungan
Di dalam Surat Huud ayat 117, Allah SWT
berfirman :
Artinya : Dan Tuhanmu sekali-kali tidak akan
membinasakan negeri-negeri secara zalim, sedang penduduknya orang-orang yang
berbuat kebaikan.
Fakta spritual yang terjadi selama ini membuktikan
bahwa Surat Huud ayat 117 benar-benar terbukti. Perhatikan bencana alam banjir
di Jakarta, tanah longsor yang di daerah-daerah di Jawa Tengah, intrusi air
laut, tumpukan sampah dimana-mana, polusi udara yang tidak terkendali, serta
bencana alam di daerah atau di negara lain membuktikan bahwa Allah akan membinasakan negeri-negeri secara zalim, melainkan penduduknya
terdiri dari orang-orang yang berbuat kebaikan terhadap lingkungan.
Dalam suatu kisah diriwayatkan, ada seorang
penghuni surga. Ketika ditanyakan kepadanya perbuatan apakah yang dilakukannya
ketika di dunia hingga ia menjadi penghuni surga?. Dia menjawab bahwa selagi di
dunia, ia pernah menanam sebuah pohon. Dengan sabar dan tulus, pohon itu
dipeliharanya hingga tumbuh subur dan besar. Menyadari akan keadaannya yang
miskin ia teringat bunyi sebuah hadits Nabi,
“Tidak
seorang muslim yang menanam tanaman atau menyemaikan tumbuh-tumbuhan, kemudian
buah atau hasilnya dimakan manusia atau burung, melainkan yang demikian itu
adalah shodaqoh baginya”.
Didorong keinginan untuk bersedekah, maka ia
biarkan orang berteduh di bawahnya, dan diikhlaskannya manusia dan burung
memakan buahnya. Sampai ia meninggal pohon itu masih berdiri hingga setiap
orang (musafir) yang lewat dapat istirahat berteduh dan memetik buahnya untuk
dimakan atau sebagai bekal perjalanan. Burung pun ikut menikmatinya. Riwayat
tersebut memberikan nilai yang sangat berharga sebagai bahan kontemplasi,
artinya dengan adanya kepedulian terhadap lingkungan memberikan dua pahala
sekaligus, yakni pahala surga dunia berupa hidup bahagia dan sejahtera dalam
lingkungan yang bersih, indah dan hijau, dan pahala surga akhirat kelak di
kemudian hari. Untuk mendapatkan dua pahala tersebut seorang
manusia harus peduli terhadap lingkungan, apalagi manusia telah diangkat
oleh Allah sebagai khalifah. Hal ini dapat dilihat pada surat
Al-Baqarah ayat 30 berikut :
“Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang
khalifah di muka bumi.”
Kekhalifahan menuntut manusia
untuk memelihara, membimbing dan mengarahkan segala sesuatu agar mencapai
maksud dan tujuan penciptaanNya. Karena itu, Nabi Muhammad SAW melarang memetik
buah sebelum siap untuk dimanfaatkan, memetik kembang sebelum mekar, atau
menyembelih binatang yang terlalu kecil. Nabi Muhammad SAW juga mengajarkan
agar selalu bersikap bersahabat dengan segala sesuatu sekalipun tidak bernyawa.
Al-Qu’an tidak mengenal istilah ”penaklukan alam” karena secara tegas Al-Qur’an
menyatakan bahwa yang menaklukan alam untuk manusia adalah Allah. Secara tegas
pula seorang muslim diajarkan untuk mengakui bahwa ia tidak mempunyai kekuasaan
untuk menundukkan sesuatu kecuali dengan penundukan Allah (Shihab, 1996 :
492-493).
KESIMPULAN DAN SARAN
Secara ekologis pelestarian lingkungan merupakan keniscayaan ekologis yang
tidak dapat ditawar oleh siapapun dan kapanpun. Oleh karena itu, pelestarian
lingkungan tidak boleh tidak harus dilakukan oleh manusia. Sedangkan secara
spiritual fiqhiyah Islamiyah Allah SWT memiliki kepedulian ekologis yang
paripurna. Paling tidak dua pendekatan ini memberikan keseimbangan pola pikir
bahwa lingkungan yang baik berupa sumber daya alam yang melimpah yang diberikan
Allah SWT kepada manusia tidak akan lestari dan pulih (recovery)
apabila tidak ada campur tangan manusia. Hal ini diingatkan oleh Allah dalam
Surat Ar Ra’d ayat 11 :
Artinya : Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan
sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.
Umat Islam selalu berkeyakinan untuk tidak
terperosok pada kesalahan yang kedua kalinya. Kejadian yang sangat dasyat yang
kita alami akhir-akhir ini, sebut saja bencana alam Tsunami misalnya,
pencemaran udara, pencemaran air dan tanah, serta sikap rakus pengusaha dengan
menebang habis hutan tropis melalui aktifitas illegal logging, serta sederet bentuk kerusakan lingkungan hidup
lainnya, haruslah menjadi pelajaran yang sangat berharga.
Hal ini ditegaskan oleh dalam firmanNya di dalam
surat Al-Hasyr ayat 2 :
”Maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, hai
orang-orang yang mempunyai pandangan”
Bersikaplah menjadi pelaku aktif dalam
mengolah lingkungan serta melestarikannya, tidak berbuat kerusakan
terhadap lingkungan, dan selalu membiasakan diri bersikap ramah terhadap
lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdillah, M. 2005. Fikih Lingkungan. UPP AMP YKPN, Yogyakarta.
Harahap, A, dkk. 1997. Islam dan Lingkungan Hidup. Penerbit Yayasan Swarna
Bhumy, Jakarta.
Kahar, M.A., 1996. Almanak Lingkungan Hidup Indonesia 1995/1996. Kantor Menteri Negara
Lingkungan Hidup, Jakarta.
Kementerian Lingkungan Hidup, 2002. Himpunan Peraturan Perundang-undangan
dibidang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Pengendalian Dampak Lingkungan. Jakarta.
Shihab, M.
Quraish, 1996. Wawasan Al-Qu’an, Mizan. Bandung.
Syahputra, B. 2003. Pola Pemanfaatan air di Kecamatan
Kalasan, Sleman,
Yogyakarta. Tesis. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Yogyakarta. Tesis. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Kompas Online, Koran Kompas
Langganan:
Postingan (Atom)